Tuesday, June 8, 2010

From RHO-ers: Bunuh Diri!

From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: 2 Samuel 17:23
=======================

“Ketika dilihat Ahitofel, bahwa nasihatnya tidak dipedulikan, dipasangnyalah pelana keledainya, lalu berangkatlah ia ke rumahnya, ke kotanya; ia mengatur urusan rumah tangganya, kemudian menggantung diri. Demikianlah ia mati, lalu ia dikuburkan dalam kuburan ayahnya.”



Kalau kota Ambon pada tanggal 29 Mei 2009 kemarin dihebohkan dengan gempa bumi, maka pada tanggal 30 Mei 2009 dihebohkan kembali dengan berita seorang pemuda yang bunuh diri dengan menggantung diri di menara Gereja Maranatha (http://news.okezone.com/read/2009/05/30/1/224505/seorang-pemuda-gantung-diri-di-menara-gereja). Motif dan penyebab pria ini bunuh diri belumlah jelas. Akan tetapi pikiran dan perasaan yang berkecamuk di dalam jiwa saya adalah pertanyaan: “apakah yang terjadi di dalam jiwa pria ini sehingga ia merencanakan, mengusahakan, mewujudnyatakan, dan mensukseskan dirinya untuk mati tergantung di menara Gereja?”
Beberapa penduduk yang ikut menyaksikan proses mayat pria tersebut diturunkan dari menara gereja ada yang mengatakan bahwa pria tersebut putus asa karena terlilit hutang. Lalu apakah yang membuat pria ini sampai berpikir begitu sempitnya sehingga memutuskan untuk menyelesaikan masalah hutangnya dengan mengakhiri nyawanya sendiri? Inilah misteri yang hanya dapat dijawab oleh pria tersebut.
Di dalam kutipan firman Tuhan hari ini kita membaca apa yang menjadi motif dari Ahitofel menggantung dirinya sendiri: karena nasihatnya tidak dipedulikan! Ahitofel adalah penasihat Raja Daud yang setia, sampai akhirnya Ahitofel memutuskan untuk berkhianat dengan mendukung kudeta yang dilakukan oleh Absalom. Tetapi kedaulatan Tuhan sekali lagi kita lihat di dalam kisah ini, Tuhan sungguh melindungi Raja Daud dari rencana dan nasihat jahat Ahitofel yang ia coba berikan kepada Absalom. Tuhan memakai Husai untuk memberikan nasihat perbandingan kepada Absalom. Dan akhirnya Absalom justru lebih mendengarkan nasihat Husai daripada nasihat Ahitofel. Sebab memang nasihat Husai adalah bermaksud untuk menyelamatkan Raja Daud dari tangan Absalom yang ambisius dan haus kedudukan.
Alkitab mencatat bahwa setelah Ahitofel melihat bahwa nasihatnya tidak diindahkan oleh Absalom, ia: (1) memasang pelana keledainya, (2) berangkat ke rumahnya, (3) mengatur urusan rumah tangganya, kemudian barulah ia (4) menggantung diri! [perhatikanlah urut-urutan perilaku Ahitofel sebelum ia melakukan bunuh diri!] Tidakkah urut-urutan perilaku Ahitofel juga terjadi pada pria yang belum dikenali identitasnya di atas tadi? Ia pada pukul 06.00 pagi pergi ke Gereja, ia menaiki bambu yang ada di menara Gereja, ia melilitkan tali tersebut pada lehernya, ia merenungi sekali lagi (mungkin) niatnya, akhirnya… ia menjatuhkan dirinya sambil lehernya terikat tali, dan ia mati!
Apakah yang terjadi dengan dunia kita hari ini? Manusia sudah tidak lagi menghargai bukan saja nyawa sesamanya manusia, melainkan manusia sudah tidak lagi menghargai nyawanya sendiri! Bunuh diri seolah-olah sudah menjadi solusi paling praktis untuk menyelesaikan masalah. Apakah yang menyebabkan manusia senekad dan secupet demikian di dalam pikirannya akan hidup ini? Jawaban yang mungkin menjawab pertanyaan ini adalah karena manusia jauh lebih berani mati daripada berani hidup! Manusia sudah tidak lagi memandang kehidupan sebagai sesuatu yang optimistic dan yang menjanjikan. Justru kematian jauh lebih menjanjikan “jalan keluar” dari kesusahan hidup! Tidakkah “mind-set” ini yang sebenarnya sedang “mewabah” pada pikiran dan jiwa manusia yang semakin hari semakin rapuh dan irritated dengan hidup? Manusia menjadi begitu sulit untuk menguasai diri dan menjadi tenang serta cermat menyikapi kehidupan ini. Bukankah Petrus di dalam 1 Petrus 4:7 mengingatkan kita semua bahwa “Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.”
Saya pikir jawaban atas pertanyaan “Apakah yang menyebabkan manusia senekad dan secupet demikian di dalam pikirannya akan hidup ini?” adalah: karena manusia salah menaruh pusat perhatian jiwa-raga-dan-pikirannya! Manusia menjadi begitu “asyik” dengan problema dan tekanan hidup yang ia alami, sampai-sampai membuat ia lupa bahwa ia mempunyai Tuhan yang Maha Pemelihara! Seandainya saja focus kebanyakan dari kita (apalagi yang sudah menjadi anak-anak Tuhan) tidak kita letakkan pada masalah tetapi pada Tuhan, maka pasti kita tidak akan berani berpikir senekad dan secupet seperti Ahitofel dan pria tersebut. Kita akan mulai melihat “remang” dari “kegelapan” masalah hidup yang kita hadapi, lalu perlahan-lahan “remang” itu menjadi “terang siang hari” di dalam ketenangan dan self-control. Sebab hanya di dalam penguasaan diri dan ketenanganlah kita baru dapat berdoa dan menyelaraskan lagi “mind-set” kita dengan “mind-set” firman Tuhan.
Kiranya perenungan ini boleh membukakan cakrawala hati dan pikiran kita semua bahwa masalah hidup boleh datang silih berganti, akan tetapi fokus kita haruslah kita letakkan sepenuh-penuhnya kepada DIA yang Maha Pemelihara. Ingatkah kita akan doa Tuhan Yesus di dalam Yohanes 17 yang meminta kepada Bapa-Nya agar Bapa memelihar kita (anak-anak-Nya) senantiasa – “Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu. Ya Bapa yang kudus, PELIHARALAH mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.” (Yohanes 17:11)


“Perhatikanlah burung-burung gagak yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mempunyai gudang atau lumbung, namun demikian diberi makan oleh Allah. Betapa jauhnya kamu melebihi burung-burung itu!” (Lukas 12:24)

No comments:

Post a Comment