Sunday, September 26, 2010

Anak adalah Pusaka dari Tuhan

Ayat bacaan: Mazmur 127:3
======================
"Behold, children are a heritage from the Lord, the fruit of the womb a reward."

anak adalah pusaka dari TuhanHari ini saya berkunjung ke rumah seorang sahabat yang sudah lama tidak bertemu. Anaknya sudah besar sekarang, berumur sekitar 7 tahun. Saya tidak tahu apa ia masih mengingat saya atau tidak, tetapi ia langsung menyambut di depan pintu dan bercerita tentang mainan barunya. Sungguh anak yang ramah dan pintar. Saya masih ingat ketika saya datang ke rumah sakit bersalin dan melihatnya saat baru dilahirkan. Sekarang ia sudah tumbuh menjadi anak yang lincah dan bijak. Saya senang melihat sahabat saya dan istrinya ternyata mendidik si anak dengan baik, sehingga ia tumbuh baik seperti ini. Kenyataannya ada banyak orang tua yang tidak menyadari pentingnya mendidik anak. Sejak kecil anak diserahkan kepada pembantu atau orang lain, dan seringkali anak-anak yang tidak berdosa ini malah dianggap sebagai hal yang mengganggu kenyamanan. Ada pula yang bertindak semena-mena kepada anaknya. Salah seorang sepupu saya dididik lebih keras dari militer sejak balita. Tidak jarang ia dipukul, ditampar dan sebagainya apabila berbuat salah. Semakin hari semakin banyak orang tua yang tidak lagi menghargai kehadiran anak dalam hidup mereka. Karena itulah saya selalu senang ketika melihat sebuah keluarga yang bahagia dengan anak yang terawat dan terurus dengan baik, seperti keluarga sahabat saya itu.

Bagi saya yang belum dikaruniai anak, melihat para orang tua yang tidak menghargai anugerah anak seperti itu sungguh sangat menyedihkan. Mereka lupa bahwa anak itu bukanlah hasil karya mereka, tetapi merupakan warisan atau pusaka dari Tuhan. Dalam kitab Mazmur dikatakan "Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah." (Mazmur 127:3). Dalam versi Bahasa Inggris dikatakan: "Behold, children are a heritage from the Lord, the fruit of the womb a reward." Jadi bukan hanya anak lelaki saja, tetapi anak perempuan pun termasuk di dalamnya. Anak adalah pusaka dari Tuhan, buah kandungan adalah sebuah upah atau hadiah. Seperti itulah keberadaan seorang anak dalam sebuah keluarga. Titipan dari Tuhan yang seharusnya dihargai dengan penuh rasa syukur, bukan diabaikan, ditelantarkan atau malah dianggap sebagai pengganggu kenyamanan. Kita tidak boleh lupa bahwa setiap anak yang dilahirkan ke dunia memiliki potensi besar untuk menjadi anak-anak Ilahi yang hebat. Di tangan mereka terletak masa depan dari dunia ini. Apakah mereka akan menjadi pekerja-pekerja Allah yang tangguh dengan memiliki kasih Ilahi di dalam diri mereka atau mereka menjadi orang-orang berpengaruh buruk dan jahat, semua itu tergantung dari para orang tua mereka. Bagaimana kita mendidik mereka saat ini akan sangat menentukan seperti apa jadinya mereka kelak.

Bukan cuma mencukupi nafkah dan memberi mereka kesempatan seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan, bukan saja menyediakan makanan dan tempat tinggal, tetapi pengenalan akan Tuhan pun harus menjadi tugas para orang tua sejak awal. Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tidak kenal lelah mengajarkan kebenaran kepada anak-anak kita. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Bukan saja mengajarkan, tetapi kita orang tua juga dituntut untuk menjadi teladan terhadap semua yang kita ajarkan. "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (ay 8-9). Firman Tuhan mengingatkan kita untuk mengarahkan anak-anak kita kepada Kristus sejak dini. Lihatlah bagaimana Yesus menyambut anak-anak dengan penuh kasih dan memeluk serta memberkati mereka satu persatu. "Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah...Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka." (Markus 10:14,16). Ada kalanya kita harus mendisiplinkan mereka, jika perlu mendidik mereka dengan hukuman, tetapi kita harus melakukannya demi kebaikan mereka, bukan karena ingin melampiaskan emosi kita. Amsal Salomo mengingatkan akan hal ini. "Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya" (Amsal 19:18). Dan jangan lupa pula untuk mengasihi mereka dengan kasih yang tidak terbatas, loving them unconditionally. Perumpamaan anak yang hilang sangat baik untuk dijadikan contoh mengenai "the unconditional love" ini, seperti Bapa yang sayang pada anak-anakNya.

Pendeknya, ajarkanlah anak-anak untuk mengenal Tuhan sejak dini. Kasihi mereka dengan kasih Allah yang mengalir dalam diri kita dan bimbing mereka hingga tumbuh menjadi pribadi-pribadi tangguh yang hidup takut akan Tuhan. Itulah yang seharusnya kita lakukan jika kita menghargai warisan atau pusaka yang dititipkan Tuhan kepada kita. Pada suatu ketika nanti ketika mereka berhasil menjadi orang-orang sukses yang memuliakan Allah dengan segala perbuatan dan perkataan mereka, kitapun akan bahagia. Bahagia karena anak-anak kita menjadi teladan di mata dunia, juga bahagia karena kita telah menghargai pemberian Tuhan dengan sungguh baik. Ketika mereka menjadi orang-orang yang berpengaruh kelak, mereka akan tampil di depan sebagai orang-orang yang mampu menyatakan kemuliaan Tuhan pada generasinya. Ingatlah bahwa masa depan mereka terletak di tangan anda, para orang tua. Sudahkah anda mengajarkan mereka dengan baik?

Anak bukan hasil karya kita melainkan pusaka dari Tuhan, karena itu hargailah dengan benar

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Post a Comment