Wednesday, June 30, 2010

Terperangkap Lima Jam Dalam Perut Tanpa Air Ketuban

Ayat bacaan: Markus 9:23b
=====================
"Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"

keajaiban Tuhan, kesaksianKemarin saya kaget ketika istri saya menelepon saat saya sedang berada di luar. Ternyata ia mengabarkan bahwa saat untuk melahirkan bagi anjing chihuahua betina kami sudah tiba. Bagi kami yang belum punya pengalaman, tentu ada perasaan khawatir dan bingung. Maka saya pun segera bergegas pulang agar istri saya tidak sendirian menghadapinya. Satu jam lebih berjuang, anak pertama pun lahir. Disusul sejam berikutnya anak kedua, yang bermasalah dengan pernafasan. Saya pun segera memberikan nafas bantuan langsung ke mulutnya, dan menyedot cairan yang masuk ke dalam hidungnya sesegera mungkin. Ia pun selamat. Masih ada satu lagi, menurut hasil rontgen, tetapi anak berikutnya itu tidak kunjung keluar. Semalaman kami tidak tidur dan terus menunggu, tapi Jazzel, anjing betina kami tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan lagi. Agaknya ia kecapaian setelah melahirkan dua anak, dan ia pun terkulai lemas. Tidak ada satupun dokter hewan yang bersedia datang, dan tidak ada satupun klinik hewan yang buka pada tengah malam seperti itu. Kami pun berdoa dan terus berdoa, menyerahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan.

Setelah memutuskan untuk tidur satu jam, sekitar jam 7 pagi istri saya melihat bahwa di dalam kotak kardus tempatnya bersalin ada genangan air yang berwarna kehijauan. Itu tandanya air ketuban sudah pecah. Namun Jazzel tidak juga melakukan apa-apa. Praktek dokter hewan paling cepat buka pukul 9, dan kamipun harus menanti sampai waktunya. Secara normal, anjing yang masih tinggal di dalam perut tanpa air ketuban hanya akan mampu bertahan sekitar 15 menit, paling lama setengah jam. Lebih dari itu? Secara medis anjing akan mati. Jazzel mendapat giliran ditangani kurang lebih pukul sepuluh lebih. Artinya, anak anjing di dalam perutnya sudah tanpa air ketuban kurang lebih empat jam. Dokter pun sudah berkata bahwa anak dalam perutnya tidak ada harapan lagi. Setelah disuntik perangsang untuk kontraksi, dokter pun segera membantu untuk menarik anaknya keluar dari dalam perut. Kami terus berdoa sambil menenangkan Jazzel. Ternyata mukjizat ajaib Tuhan terjadi! Anaknya masih hidup, meski ia sudah tanpa air ketuban selama empat setengah hingga lima jam! Tidak saja masih hidup, malah masih sangat sehat. Dokter pun tercengang, kaget, bahkan sempat berkata, "it's a miracle!" Dan keajaiban berikutnya, ternyata ada "bonus" dengan kelahiran anak keempat yang juga sehat. Tuhan itu baik, kuasaNya tak terbatas, dan puji Tuhan, kami kembali menyaksikan sebuah keajaiban Tuhan sebagai sebuah kesaksian yang hari ini saya bagikan kepada teman-teman pembaca RHO.

Berbagai kondisi kesehatan, gejala penyakit dan lamanya orang bisa bertahan terhadap sakit yang dideritanya memang bisa diprediksi oleh para ahli secara medis. Kondisi-kondisi dalam melahirkan, ketahanan janin dalam kandungan setelah air ketuban pecah, itupun bisa diperkirakan secara ilmiah. Tetapi kita tidak boleh lupa, bahwa secanggih apapun manusia meneliti, Tuhan berkuasa lebih dari itu semua. Mukjizat Tuhan sudah, masih dan akan terus terjadi sebagai hadiah yang indah bagi anak-anakNya yang percaya dan berpegang kepadaNya. Yesus sudah menyatakan hal itu dengan jelas. "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23b). Mengapa bisa demikian? "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37). Apa yang kita perlukan adalah iman, walau sekecil biji sesawi sekalipun. Sesungguhnya kekurang percayaan dan lemahnya iman kitalah yang sering menjadi penghambat kita mengalami mukjizat-mukjizat Tuhan dalam hidup kita. Untuk hal ini Yesus juga sudah menegaskannya. "Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20).

Berdoa disertai rasa percaya penuh pada Tuhan, itu juga merupakan kunci dari turunnya berkat-berkat Tuhan, termasuk mukjizatNya yang ajaib. Ingatlah bahwa Tuhan Yesus sudah berkata "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24). Ada kuasa di dalam doa, dan agar itu tidak terhambat, kita harus terus berusaha sebaik-baiknya untuk hidup sebagai orang benar. Sebab firman Tuhan berkata: "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b). Jangan lupa pula, bahwa apa yang kita minta dalam doa haruslah sesuatu yang benar-benar berguna, bukan untuk sekedar memuaskan hawa nafsu atau keinginan akan kemewahan saja. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3). Ingat juga bahwa kita tidak boleh statis, hanya berada di "tepi" saja, tetapi kita harus terus berusaha lebih dalam lagi dalam berhubungan dengan Tuhan, lebih mengenalNya dan mengetahui firman-firmanNya. Kepada Simon Petrus yang pada suatu hari tidak mendapatkan ikan tangkapan sama sekali, Yesus berkata: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (Lukas 5:4). Masuklah lebih dalam lagi, dan alamilah berbagai mukjizat Tuhan, sebab hanya di tempat dalam itulah berbagai keajaiban kuasa Tuhan terdapat.

Semua ini adalah kunci-kunci yang akan mampu membawa kita untuk mengalami banyak keajaiban Tuhan. Secara logika manusia, secara medis, secara teknis, manusia bisa memprediksi sesuatu, namun semua itu tidak berlaku ketika kita berbicara dalam konteks kuasa Tuhan yang tidak terbatas. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, dan semua itu disediakan Tuhan kepada orang-orang percaya yang selalu hidup benar. 5 jam dalam kandungan tanpa air ketuban, itu sama sekali mustahil secara medis, tetapi itu hanyalah satu dari milyaran keajaiban Tuhan yang siap Dia limpahkan kepada kita semua.

Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya yang mengandalkan kuasa Tuhan yang tidak terbatas

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, June 29, 2010

Mengampuni

Ayat bacaan: Matius 18:35
======================
"Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."

mengampuniGara-gara sejumlah kecil uang orang bisa berkelahi bahkan bisa saling bunuh. Ini sering kita baca di berbagai surat kabar. Ada anak yang membunuh orang tuanya karena tidak diberikan uang rokok, tidak jarang pula orang berkelahi hanya karena selisih uang yang sungguh tidak sebanding dengan akibat yang akan timbul. Hanya berbeda 500 atau 1000 rupiah orang bisa ribut. Padahal perbedaan itu tidak akan membuat kita jatuh miskin mendadak bukan? Tapi itulah yang sering kita alami. Perasaan ditipu, ditekan dan sebagainya akan membuat kita kesal. Terlebih lagi jika orang yang merugikan kita itu tidak merasa bersalah sama sekali. "Bukan soal uangnya, tetapi caranya itu lho.." kata teman saya pada suatu kali ketika ia marah dimintai uang parkir lebih dari biasanya. Mungkin benar, kita dirugikan dengan hal itu. Benar pula bahwa tukang parkir itu memang bersalah jika ia meminta lebih dari yang seharusnya. Ketika saya berkata, "sudahlah, buat apa kesal gara-gara uang 1000 rupiah? Maafkan saja.." Seketika teman saya pun berkata "Enak saja! Minta maaf pun dia tidak, untuk apa saya memaafkannya?"

Kekesalan seringkali membuat kita membuat kasih yang ada di dalam diri kita semakincompang camping. Hampir setiap hari kita berhadapan dengan orang-orang sulit yang seakan sengaja membuat kita disulut amarah. Mengumpat, memaki bahkan mengutuk, menjadi "output" yang keluar dari diri kita. Bahkan dendam pun bisa timbul apabila kerugian yang kita alami terasa besar sekali. Sering berhadapan dengan situasi sulit, dengan orang-orang sulit akan membuat kita semakin sulit pula mengampuni. Ada yang dengan sadar tidak kita maafkan, ada pula yang secara tidak sengaja. Mungkin kita lupa karena hanya sepintas lalu, ketika disalip orang di jalan raya misalnya, atau ketika kecipratan genangan lumpur karena hujan dan sebagainya. Jika kita tidak mempertebal kasih dalam diri kita dan tidak menyadari betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, maka akan semakin banyak orang-orang yang tidak kita ampuni, dan akibatnya bisa fatal , karena hal itu akan menghambat pengampunan Tuhan untuk turun atas diri kita.

Sebuah perumpamaan tentang pengampunan pernah diberikan Yesus dalam Matius 18:21-35, yang menggambarkan betapa pentingnya bagi kita untuk membuka pintu pengampunan seluas-luasnya. Dalam perumpamaan itu digambarkan adanya seorang raja yang mau menyelesaikan hutang-hutang dari hamba-hambanya. Ada seorang hamba yang berhutang sepuluh ribu talenta. Si hamba pun memohon keringanan waktu untuk dapat membayar lunas hutangnya dengan memohon sambil berlutut. Sang raja pun merasa iba. "Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya." (ay 27). Bukan cuma diberi keringanan, tapi hutangnya dihapuskan! Betapa beruntungnya si hamba. Tapi yang terjadi selanjutnya sungguh ironis. Ketika si hamba keluar, ia bertemu dengan orang lain yang berhutang kepadanya, dengan jumlah yang jauh lebih kecil dari hutangnya kepada raja. Ia langsung mencekik dan memaksa orang itu untuk segera membayar hutangnya. Orang itu pun memohon dengan berlutut untuk meminta keringanan, sama seperti apa yang baru saja ia lakukan di hadapan raja. Tapi si hamba tidak mempedulikan hal itu. Ketika mendengar perbuatannya, marahlah raja. "Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?" (ay 32-33). "Jika aku mengampuni engkau bahkan menghapuskan hutangmu yang besar, masakan engkau tega melakukan itu kepada temanmu yang hanya berhutang sedikit?" Begitu kira-kira kata sang raja. "Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya." (ay 34). Dan Yesus pun menutup perumpamaan itu dengan sebuah peringatan penting: "Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." (ay 35).

Terkadang memang tidak mudah bagi kita untuk mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita atau telah merugikan kita. Tapi pengampunan tanpa batas merupakan hal yang wajib diberikan oleh anak-anak Tuhan kepada orang yang telah menyakiti kita. Itu sebuah keharusan karena bukankah Tuhan sendiri tidak pernah berpelit pengampunan kepada kita? Coba pikir, ada berapa banyak kesalahan yang kita perbuat dalam hidup kita, dan seringkali pelanggaran-pelanggaran berat kita lakukan, yang seharusnya akan berakibat kebinasaan. Jika memakai standar kepantasan, ada banyak kesalahan yang rasanya tidak pantas dimaafkan. Tapi Tuhan begitu mengasihi kita dan selalu siap untuk mengampuni kita begitu kita bertobat. Itu bentuk kasih Tuhan yang luar biasa. Sebesar apapun dosa kita, Tuhan siap memutihkan bahkan berkata tidak akan mengingat-ingat dosa kita lagi. (Yesaya 43:25). Bayangkan apabila Tuhan sulit mengampuni kita, tidak mendengarkan pertobatan kita dan terus memutuskan untuk mengganjar kita dengan hukuman berat, apa jadinya dengan diri kita? Tapi Tuhan penuh kasih, belas kasihan dan kemurahan. Pengampunan akan segera diberikan kepada kita seketika begitu kita bertobat secara sungguh-sungguh. Jika kesalahan kita yang begitu banyak dan besar saja tidak henti-hentinya diampuni Tuhan, bukankah sudah sepantasnya kita pun mengampuni orang yang bersalah kepada kita, yang mungkin ukurannya lebih kecil dari dosa-dosa kita kepada Tuhan, seperti apa yang diberikan Yesus dalam perumpamaan di atas?

Ada korelasi kuat antara diampuni dan mengampuni. Seperti apa yang dikatakan Yesus: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Untuk mendapatkan pengampunan dari Tuhan, kita harus pula mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Jika dosa-dosa kita yang begitu banyak dan berat saja Tuhan mau ampuni, siapalah diri kita yang merasa lebih pantas untuk mendendam atau sulit mengampuni? Seringkali kita berlaku seperti si hamba dalam perumpamaan Yesus di atas. Tuhan tidak menuntut kita membayar hutang dosa yang begitu besar. Dia membebaskan kita, bahkan menganugerahkan AnakNya yang tunggal untuk menggantikan kita di atas kayu salib, menebus dosa-dosa kita agar kita tidak berakhir dalam kebinasaan. Itu sebuah kasih berukuran luar biasa. Tetapi kita tidak menyadari itu, bahkan terus saja tidak mau mengampuni orang-orang yang bersalah, menyinggung, menyakiti atau menipu kita. Apakah orang yang bersalah itu sudah minta maaf atau tidak, itu seharusnya tidak menjadi soal. Ingatlah bagaimana Tuhan menyatakan belas kasihanNya kepada kita. Ingatlah bagaimana Tuhan membebaskan kita, mengampuni kita secara total dan bukan setengah-setengah. Jika Tuhan saja mau berbuat itu mengapa kita tidak? Jika anda masih sulit melakukannya, berdoalah dan minta Roh Kudus untuk menguatkan anda dalam memberi pengampunan. Jika memakai perasaan sendiri mungkin sulit, tapi kita punya Roh Kudus yang akan memampukan. Tuhan sudah menyatakan belas kasihNya kepada kita, kini giliran kita untuk menunjukkan belas kasih kepada orang lain.

Ketika Tuhan sudah menghapuskan dosa kita yang terbesar sekalipun, kesalahan apa dari orang lain yang tidak bisa kita ampuni?

Monday, June 28, 2010

Jangan Meremehkan

Ayat bacaan: Matius 13:55
====================
"Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?"

meremehkan, merendahkanPada suatu kali saya membaca seorang artis di Inggris merasa tersinggung ketika ditolak masuk ke dalam sebuah pusat perbelanjaan. Alasannya cukup lucu, karena si artis dianggap memakai piyama alias baju tidur. Padahal menurut si artis, itu adalah sebuah kreasi desain yang hanya menyerupai piyama. Pada sebuah pelabuhan di negara tetangga pun saya pernah melihat hal yang kurang lebih mirip. Para pendatang yang kebetulan berbaju lusuh disuruh tetap tinggal di kapal dan akan dilayani terakhir karena mereka dianggap tenaga kerja atau buruh rendahan yang mencari nafkah di negara mereka. Ini potret kecil dari apa yang menjadi kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan orang berdasarkan apa yang terlihat dari luar. Virus seperti ini ironisnya sudah menyebar hingga ke gereja. Saya terkejut ketika seorang teman saya bercerita bahwa ia disuruh pindah duduk ke belakang karena baris-baris di depan hanyalah untuk jemaat tertentu saja. Padahal saat itu bangku-bangku di depan sedang kosong. Pelayanan berbeda terhadap orang pun sering kita jumpai. Sebuah penghormatan akan diberikan kepada tamu/konsumen yang terlihat kaya, bermobil mewah, berdasi atau glamor, sebaliknya pandangan curiga, sinis dan meremehkan atau bahkan merendahkan akan diberikan kepada mereka yang terlihat biasa-biasa saja.

Betapa seringnya manusia menunjukkan perilaku seperti itu dari masa ke masa. Ketika Yesus hadir di dunia mengambil rupa orang biasa, Dia pun sempat menerima perlakuan seperti itu. Diremehkan, disepelekan, dipandang rendah. Dan itu pun terjadi di Nazaret, dimana Yesus dalam rupaNya sebagai manusia tumbuh besar. Ketika Yesus mengajar di sana pada suatu kali, cibiran sinis yang bernada meremehkan atau merendahkan pun dialamiNya. Lihatlah komentar orang-orang disana mengenai Yesus. "Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?" (Matius 13:55). Mereka menilai dari apa yang terlihat dari luar. Akibatnya sungguh disayangkan. "Lalu mereka kecewa dan menolak Dia." (ay 57b). Mereka pun tidak percaya. "Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ." (ay 58). Ironis, justru di 'rumah' sendiri Yesus mendapat penolakan. Mereka bisa melihat berbagai kuasa dan mukjizat yang dilakukan Yesus, namun karena mereka sibuk memandang apa yang terlihat dari luar mereka pun meremehkan perbuatan-perbuatan luar biasa Yesus.

Hingga hari ini manusia masih saja jatuh ke dalam hal yang sama. Lihatlah ada banyak orang yang ke gereja tergantung dari siapa yang akan kotbah. Terkenal atau tidak? Lucu atau tidak? Pintar bicara atau tidak? Atau siapa yang menjadi pemimpin pujian, siapa orang penting yang bakal hadir di sana dan sebagainya. Kalau perlu artis terkenal pun dihadirkan agar jemaat bisa bertambah. Gereja bagi mereka bukan lagi sebuah tempat dimana kita bisa bersekutu dengan Tuhan bersama-sama saudara seiman, bersama mengalami hadirat Tuhan, gereja bukan lagi tempat untuk mengundang Roh Kudus turun atas kita. Gereja bukan lagi dianggap sebagai Bait Allah, tetapi tidak lebih dari gedung hiburan atau tempat entertainment saja. Padahal itu bukanlah esensinya. Dan Tuhan pun sudah berkali-kali mengingatkan kita agar berhenti memandang segala sesuatu hanya berdasarkan penampilan luar yang dapat dilihat mata.

Perhatikan apa yang terjadi ketika Samuel mencari anak-anak Isai untuk diurapi menjadi raja. "Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab, lalu pikirnya: "Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapi-Nya." (1 Samuel 16:6). Samuel berpikir demikian dengan memandang penampilan luar. Ganteng, tinggi, berwibawa, kurang apa lagi? Itu menurut pikiran Samuel. Tapi Tuhan tidak memandang dengan cara demikian. Tuhan pun kemudian menegurnya. "Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (ay 7). Lalu lihat pula ini: bukankah Tuhan pun telah berfirman: "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti" ? (1 Korintus 1:27-28).

Dari renungan hari ini kita bisa melihat bahwa kecenderungan untuk meremehkan atau merendahkan orang lain merupakan sesuatu yang serius. Bukan hanya bisa menimpa orang biasa namun bisa juga menimpa orang-orang yang seharusnya menjadi teladan, panutan, orang-orang yang berada di barisan depan dalam melayani Tuhan bahkan nabi sekalipun. Kita harus mewaspadai agar jangan sampai perilaku seperti ini ada dalam diri kita. Ingatlah bahwa apa yang tampak hebat dari luar belum tentu sebaik apa yang terlihat, dan belum tentu hebat pula dalam pandangan Tuhan. Ingat pula bahwa orang yang terlihat tidak istimewa dalam pandangan kita pun bisa dipakai Tuhan secara luar biasa. Seperti apapun mereka terlihat, mereka sama berharganya di mata Tuhan. Janganlah kita menilai orang hanya dari kulit luarnya. Stop judging the book from its cover. Bersikaplah sama baik kepada semua orang tanpa memandang sisi luar mereka. Kasih yang diberikan Kristus kepada kita bukanlah sebentuk kasih yang membeda-bedakan. Sama seperti Dia mengasihi kita tanpa memandang status, fisik, penampilan, asal usul atau latar belakang kita, seperti itu pula kita harus memperlakukan sesama kita. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34).

Tuhan bukan menilai penampilan luar, tetapi melihat hati

Sunday, June 27, 2010

Sentosa

Ayat bacaan: Yeremia 22:21
==========================
"Aku telah berbicara kepadamu selagi engkau sentosa, tetapi engkau berkata: "Aku tidak mau mendengarkan!" Itulah tingkah langkahmu dari sejak masa mudamu, sebab engkau tidak mau mendengarkan suara-Ku!"

sentosa, melupakan TuhanKata sentosa sudah semakin jarang kita dengar. Sentosa diartikan sebagai keadaan yang bebas dari segala kesukaran, masalah, atau bencana. Sentosa berarti suatu situasi yang aman, damai dan tenteram serta sejahtera. Inilah kondisi yang akan selalu kita idam-idamkan. Bebas dari masalah, hidup tenang tak berkekurangan. Pertanyaannya adalah, apakah ketika kita sedang berada dalam keadaan sentosa kita masih mengingat Tuhan? Kecenderungan sebagian orang adalah tidak. Terlena dalam kenyamanan pun menjadi sebuah pilihan. Gaji sudah tinggi, keluarga baik-baik saja, anak-anak sukses dalam studi, karir dan kehidupannya, semua sehat, lalu apa lagi yang harus ditakutkan? Tuhan? Nanti saja, ketika saya butuh pertolongan. Toh semua sedang berjalan dengan baik. Itu menjadi pikiran banyak orang ketika mereka sedang dalam keadaan tenang. Posisi Tuhan tidaklah lebih dari penolong, tempat meminta atau bahkan bodyguard. Tuhan hanya dicari ketika sedang berada dalam pergumulan, kesulitan, bisnis merugi, usaha bangkrut, gagal dalam studi atau karir dan hal-hal buruk lainnya. Ketika hidup menjadi baik kembali, Tuhan pun lalu dilupakan.

Ayat hari ini berbicara keras mengenai orang-orang yang terlena dalam keadaan sentosa. Kuping sering menjadi tebal, hati mengeras dan menjadi bebal, karena semuanya berjalan baik-baik saja. Ini keadaan yang berbahaya, dan inipun dialami oleh penduduk Yerusalem di masa Yeremia. Maka Yeremia pun berseru dengan keras: "Aku telah berbicara kepadamu selagi engkau sentosa, tetapi engkau berkata: "Aku tidak mau mendengarkan!" Itulah tingkah langkahmu dari sejak masa mudamu, sebab engkau tidak mau mendengarkan suara-Ku!" (Yeremia 22:21). Pesan ini masih sangat relevan hingga hari ini, karena memang sudah menjadi kebiasaan manusia untuk cenderung santai ketika hidup bak air laut yang sedang tenang. Mencari Tuhan ketika kita sedang mengalami masalah itu tidaklah salah. Tetapi apakah kita masih mau tetap dekat denganNya ketika hidup kita tengah sentosa? Apakah kita harus menunggu terlebih dahulu hingga musibah menimpa kita, ketika angin ribut atau badai mulai menimbulkan gelombang tinggi dalam lautan kehidupan kita baru kita mau datang kepada Tuhan dan kembali bersungguh-sungguh mengikutiNya?

Dalam kitab Ulangan kita bisa menemukan juga peringatan agar tidak terlena dan lupa kepada Tuhan ketika kehidupan kita sedang aman tentram. "Maka apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepadamu--kota-kota yang besar dan baik, yang tidak kaudirikan; Maka apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepadamu--kota-kota yang besar dan baik, yang tidak kaudirikan; maka berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan." (Ulangan 6:10-12). Sesungguhnya semua itu berasal dari Tuhan, dan karenanya kita harus tetap bersyukur dan jangan pernah melupakanNya! Kita harus selalu ingat tugas kita sebagai duta-duta Kerajaan Allah, bukankah seharusnya kita bisa menjadi saluran berkat lebih lagi ketika kita sedang dalam keadaan sentosa? Pesan yang sama kembali disampaikan dalam Ulangan pasal 8. Bacalah pasal ini dan kita akan melihat bahwa pesan ini sangat serius sebagai peringatan agar kita tidak terlena seperti kecenderungan kita sebagai manusia untuk melupakan Tuhan ketika hidup sedang makmur, aman, damai dan tentram. "Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." (8:18). Dan pasal ini ditutup dengan peringatan apa yang bisa terjadi apabila kita melupakan Tuhan. "Tetapi jika engkau sama sekali melupakan TUHAN, Allahmu, dan mengikuti allah lain, beribadah kepadanya dan sujud menyembah kepadanya, aku memperingatkan kepadamu hari ini, bahwa kamu pasti binasa; seperti bangsa-bangsa, yang dibinasakan TUHAN di hadapanmu, kamupun akan binasa, sebab kamu tidak mau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu." (ay 19-20).

Keadaan anda sedang baik hari ini? Bersyukurlah untuk itu. Jangan berpaling dari Tuhan, jangan lupakan Dia yang telah memberikan segalanya bagi anda. Lihatlah bahwa disekeliling anda masih banyak orang yang sangat membutuhkan uluran tangan dalam banyak hal. Ada banyak orang yang masih sangat merindukan keadaan damai sukacita, ada banyak yang masih berada dalam himpitan masalah, dan anda sebagai duta-duta Kristus seharusnya mampu berbuat sesuatu bagi mereka, apapun itu. Dan yang penting lagi, janganlah mengeraskan hati dan menebalkan telinga, karena kita sendiri yang akan menyesal ketika situasi tiba-tiba berbalik pada suatu ketika. Sungguh pesan Tuhan sangat jelas lewat firmanNya. "Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu "hari ini", ketika Ia setelah sekian lama berfirman dengan perantaraan Daud seperti dikatakan di atas: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7). Haruskah kita menunggu esok hari untuk berubah, haruskah kita menunggu hingga masalah keburu hadir menimpa diri atau keluarga kita baru kita mau bertobat dan kembali sungguh-sungguh di dalam Tuhan? Jangan tunggu sampai Tuhan menegur kita. Jika anda saat ini sedang berada dalam keadaan baik, ingatlah selalu kepada Tuhan. Jadilah saluran berkat bagi sesama, muliakan Tuhan dalam segala yang anda lakukan dan tetaplah miliki hati yang lembut untuk mendengar suaraNya, hari ini juga. Jangan tunda lagi.

Dengarkan baik dan lakukan dengan sungguh-sungguh kehendak Tuhan selagi kita berada dalam keadaan sentosa sebelum teguran Tuhan datang

Saturday, June 26, 2010

Memberontak

Ayat bacaan: Yesaya 1:20
=======================
"Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang." Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya."

memberontakSejarah perjuangan bangsa kita sungguh penuh dengan gejolak. Sejak merdeka hingga hari ini kita masih saja melihat pemberontakan yang dilakukan baik oleh individu maupun sekelompok orang agar mereka bisa memisahkan diri dari negara yang menaunginya. Sikap memberontak ini biasanya timbul dari ketidakpuasan akan sesuatu, atau bisa juga akibat adanya konflik dengan keinginan atau kepentingan pribadi. Tidak hanya dalam skala besar mengenai bernegara, tapi di dalam pekerjaan bentuk seperti ini pun bisa terjadi. Demonstrasi hingga yang bersifat anarki dengan kekerasan masih kerap kita saksikan bergejolak di berbagai tempat. Saya pun terkejut ketika ada seorang teman dosen yang mengajak saya memboikot kampus di tempat saya mengajar, karena hingga hari ini para dosen memang belum menerima haknya. Gaji saya belum juga dibayar dan saat ini sudah hampir memasuki bulan ke 3. Menuntut sesuatu yang memang hak kita, itu satu hal. Tapi haruskah demi itu kita mengorbankan orang lain, dalam kasus saya, para siswa yang tidak bersalah? Haruskah konflik akibat mismanajemen yang terjadi di kampus menghancurkan pula kesempatan siswa-siswi untuk memperoleh pendidikan? Adilkah itu buat mereka? Atau satu pertanyaan lain yang muncul di benak saya, bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang Kristen ketika menghadapi ketidakadilan seperti ini?

Faktanya, kita adalah manusia yang memiliki kecenderungan untuk memberontak. Jangankan kepada manusia, kepada Tuhan pun ada banyak orang yang berani memberontak. Dengan menganggap Tuhan tidak peduli, pertolonganNya tidak cukup cepat sesuai keinginan kita, situasi yang terjadi tidak sesuai dengan yang kita harapkan dan sebagainya, semua itu bisa menimbulkan keinginan untuk memberontak kepada Tuhan. Bukannya merenungkan dan memeriksa diri kita terlebih dahulu, tapi kita malah dengan segera menyalahkan Tuhan dan memberontak. Saya jadi ingat seorang teman ketika masa kuliah dulu yang mengaku bahwa ia sedang "musuhan" dengan Tuhan. Tidak mau berdoa, tidak mau ke gereja, tidak mau berbuat baik, hingga Tuhan mengabulkan permintaannya. Ini adalah bentuk pemberontakan yang seharusnya tidak kita lakukan. Dan hari ini mari kita lihat bagaimana sikap seharusnya dalam kekristenan.

Firman Tuhan banyak mengajarkan mengenai ketaatan. Tuhan tidak senang dengan sikap memberontak. Menyuarakan ketidakpuasan bukanlah dilakukan dengan melawan, berkata-kata kasar, atau dengan kekerasan. Menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan, dan sementara itu tetap taat melakukan apa yang menjadi kewajiban kita, itulah yang seharusnya kita lakukan. Firman Tuhan jelas berkata "Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." (Mazmur 55:23). Alkitab juga mencatat banyak contoh mengenai orang-orang berkarakter pemberontak, yang dengan berani memberontak kepada Tuhan dan akibatnya harus menanggung konsekuensi. Mari kita ambil contoh Saul, raja Israel. Saul memulai segalanya dengan manis. Ia dikatakan sebagai orang yang penuh urapan, penuh Roh Allah seperti halnya nabi (1 Samuel 10:10). Tapi Saul tidaklah memiliki iman yang teguh. Ia hidup dalam ketidaktaatan, ia sering menyerah kedalam kecemasan, dan roh pemberontakan pun tumbuh dalam dirinya. Saul memulai dengan gemilang, tetapi berakhir tragis. Dan teguran Tuhan pun jatuh kepadanya lewat Samuel. "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap. TUHAN telah memilih seorang yang berkenan di hati-Nya dan TUHAN telah menunjuk dia menjadi raja atas umat-Nya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan TUHAN kepadamu." (1 Samuel 13:13-14). Pemberontakan yang ia lakukan membuat hidupnya berakhir dengan hancur berantakan.

Karakter pemberontak bukanlah karakter yang seharusnya ada dalam diri kita. Kekristenan mengajarkan kita mengenai ketaatan, bukan pemberontakan. Dari kehidupan Yesus pun kita bisa belajar mengenai ketaatan sejati, bagaimana Dia sanggup tunduk dan taat sepenuhnya kepada kehendak Bapa meski harus melewati penderitaan yang tidak terperikan. Dalam kitab Yesaya kita bisa membaca firman Tuhan berbunyi seperti ini: "Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu. Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang." Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya." (Yesaya 1:19-20). Dan lihatlah ketika janji berkat diberikan Tuhan dalam kitab Ulangan 28:1-14, Tuhan memulai firmanNya dengan: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu." (Ulangan 28:1-2). Segala berkat akan hadir apabila kita mendengar suara Tuhan dengan seksama, lalu melakukan DENGAN SETIA segala perintahNya. Ini berbicara mengenai ketaatan, dan itulah yang akan mendatangkan berkat. Seperti itu pula bunyi dari firman Tuhan dalam Yesaya di atas.

Dalam kehidupan kita di dunia pun kita tidak seharusnya melakukan pemberontakan. Prinsip ketaatan menjadi salah satu dasar Kekristenan, dan ini sudah selayaknya juga bisa ditampilkan oleh anak-anak Tuhan dalam kehidupannya. Kepada pemimpin pun kita diminta untuk taat. Penulis Ibrani berpesan: "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu." (Ibrani 13:17). Mendatangkan keuntungan? Tepat. Ketaatan yang dilakukan dengan tulus akan selalu membawa keuntungan. Saya memilih untuk tidak ikut-ikutan memboikot. Dibayar atau tidak, saya terus melaksanakan kewajiban saya dengan mengajar sungguh-sungguh, melakukan itu sepenuhnya untuk Tuhan dan bukan untuk manusia apalagi sekedar mencari nafkah, dan beberapa hari yang lalu Tuhan memberkati saya lewat jalan lain, yang jumlahnya justru berpuluh kali lipat dari jumlah gaji saya. Itulah Tuhan yang setia terhadap janjiNya. Seberat atau sesulit apapun anda mengalami ketidakadilan atau tekanan saat ini, jangan pernah memberontak, apalagi terhadap Tuhan. Ingatlah bahwa Tuhan sanggup melakukan segala hal bahkan yang tidak terselami oleh pikiran kita sekalipun pada waktunya. Tetaplah taat, tetaplah lakukan apa yang menjadi bagian kita, dan lihatlah kelak bagaimana luar biasanya ketika Tuhan melakukan bagianNya.

Taat, bukan memberontak, itulah karakter dan prinsip kekristenan

Friday, June 25, 2010

Keangkuhan

Ayat bacaan: Obaja 1:3
======================
"Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: "Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?"

keangkuhan, kecongkakan, kesombongan, edomKita semua ingin sukses. Memiliki karir yang menanjak naik, bisnis maju, pendapatan meningkat dan sebagainya. Tidak ada satupun orang yang ingin jalan di tempat atau malah merosot turun. Dan inipun sejalan dengan apa yang dikehendaki Tuhan. Dia tidak pernah menginginkan kita merosot turun, hidup menderita, berkekurangan, karena apa yang direncanakan Tuhan adalah "mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia" (Ulangan 28:13). Tapi ketika orang berhasil, kehidupan menanjak naik, seketika itu pula kecongkakan mengancam. Tidakkah kita sering melihat orang yang berubah drastis ketika mereka mencapai keberhasilan? Kepada Tuhan saja lupa, apalagi kepada sesama. Keadaan nyaman memang bisa membuat orang lemah. Keberhasilan tidak lagi dipandang sebagai berkat dari Tuhan, tapi karena kekuatan diri sendiri. Akibatnya tidaklah main-main. Sehebat-hebatnya manusia, sekaya-kayanya orang, dalam sekejap mata semua itu bisa musnah tak berbekas.

Hari ini mari kita lihat kitab yang sangat singkat, Obaja. Obaja mendapat sebuah penglihatan mengenai situasi yang mengancam negeri Edom. Dari Tuhan ia mengetahui bahwa Dia telah mengirim utusan ke tengah bangsa itu untuk memeranginya. "Sesungguhnya, Aku membuat engkau kecil di antara bangsa-bangsa, engkau dihinakan sangat." (ay 2). Mengapa demikian? Sebab Tuhan sangatlah tidak berkenan melihat keangkuhan bangsa itu. Demikian Tuhan berkata: "Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: "Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?" (ay 3). Secara geografis Edom berada di posisi yang strategis, di puncak gunung yang tinggi, kuat dan terlindung. Sehingga mereka merasa sangat aman dan lupa diri. Mereka berpikir bahwa tidak akan ada bangsa manapun yang akan mampu menandingi mereka. Mereka tidak menyadari bahwa keangkuhan mereka tengah mengarahkan mereka ke dalam kehancuran. Mereka lupa bahwa keadaan geografis yang strategis dan terlihat sangat aman, kekuatan mereka tidaklah berarti apa-apa karena Tuhan mampu menjungkir balikkan segalanya semudah membalikkan telapak tangan. "Sekalipun engkau terbang tinggi seperti burung rajawali, bahkan, sekalipun sarangmu ditempatkan di antara bintang-bintang, dari sanapun Aku akan menurunkan engkau, --demikianlah firman TUHAN." (ay 4).

Kondisi saat ini boleh saja aman, keadaan boleh saja baik, keuangan meningkat, karir menanjak, tapi di saat seperti itu kita harus lebih waspada lagi terhadap jebakan kesombongan. Jangan sampai kita lupa seperti bangsa Edom akan firman Tuhan ini: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6). Jika kita lupa, itu artinya kita tengah membiarkan diri kita berjalan menuju kehancuran. Sebab Firman Tuhan lewat Salomo berkata "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18). Kehancuran atau kejatuhan yang terjadi bisa sangat serius, karena seringkali bukan hanya terjadi pada satu individu saja, tapi bisa menjadi kolektif bahkan menimpa satu bangsa besar sekalipun, seperti yang terjadi pada bangsa Edom. Inilah yang harus kita sikapi dengan baik agar kehidupan kita bisa terus diberkati Tuhan hingga kesudahannya.

Jangan lupa bahwa kita diselamatkan untuk menyelamatkan, kita diberkati untuk memberkati. Semua itu bukanlah untuk ditimbun sendiri, atau malah dipakai untuk menyombongkan diri. Kita harus ingat bahwa "segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36). Bukan karena kuat kuasa kita, bukan karena kepandaian atau kehebatan kita, tapi semua itu berasal dari Tuhan. Oleh karena itulah kita jangan sampai merasa berada di atas angin dan lupa bahwa segalanya tetap merupakan berkat dari Tuhan. Bukankah kepandaian kita pun berasal dari anugerahNya juga? Firman Tuhan berkata "Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Perkara naik dan turun pun berada dalam keputusan Tuhan. Maka Petrus pun berkata "Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." (1 Petrus 5:6). Tanpa Tuhan kita tidak akan mungkin bisa mempertahankan apa yang sudah sukses kita peroleh hari ini. Tidak peduli sehebat apapun diri kita, dalam sekejap mata semua itu bisa lenyap. Belajar dari pengalaman bangsa Edom, mari kita menjaga diri kita untuk terhindar dari keangkuhan, kesombongan atau kecongkakan. Pakailah segala yang diberikan Tuhan kepada anda hari ini bukan untuk membanggakan diri, tetapi untuk memuliakan Tuhan lebih dan lebih lagi. Segala sesuatu berasal dariNya, bersyukurlah untuk itu dan teruslah pakai untuk menjadi saluran berkat bagi sesama dengan didasari kasih.

"Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah." (Yakobus 4:16)

Thursday, June 24, 2010

Memeriksa Diri Sendiri

Ayat bacaan: 2 Korintus 13:5
======================
"Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji."

menyelidiki diriDagelan politik sudah terlalu sering dipertontonkan di televisi. Kita bisa melihat orang-orang yang begitu mudah menyudutkan orang lain seolah-olah diri mereka sangat bersih. Menuduh orang lain memang sungguh mudah. Menunjuk orang lain dengan tudingan dan prasangka macam-macam itu gampang. Namun saya kira Tuhan tidak sembarangan mendesain bentuk jari. Coba perhatikan ketika kita menunjuk orang lain, tidakkah  ada 3 jari yang justru mengarah kepada diri kita sendiri? Menilai keburukan orang lain tidaklah sulit. Yang sulit justru menilai diri sendiri. Ketika kita menilai keburukan orang lain, sudahkah kita memeriksa diri kita sendiri?

Mari kita lihat apa yang dianjurkan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus. Paulus berkata seperti ini: "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji." (2 Korintus 13:5). Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa kita seharusnya lebih memprioritaskan untuk menyelidiki diri kita sendiri terlebih dahulu ketimbang menilai orang lain. Dalam kondisi fisik kita saja seharusnya begitu. Bayangkan bagaimana rawannya kelangsungan hidup kita jika kita tidak pernah memeriksa kesehatan kita, tidak pernah berolahraga tapi terus membiarkan hal-hal yang merusak kesehatan kita silih berganti masuk menghancurkan diri kita. Apalagi jika kita mengacu kepada kondisi rohani kita. Bayangkan ada berapa banyak bahaya yang tidak tersaring apabila kita tidak pernah memperhatikan dengan seksama segala sesuatu yang masuk ke dalam diri kita. Ketika kita berani menguji atau memeriksa diri sendiri, itu artinya kita berani melihat segala sesuatu dari diri kita, yang baik maupun yang buruk. Itu artinya kita berani melihat kelemahan kita sendiri. Dengan mengetahui kelemahan kita, disitulah kita akan dapat mengambil langkah untuk melakukan perbaikan. Dan hasilnya jelas, kita akan lebih kuat, lebih tahan uji dibandingkan orang yang tidak pernah peduli terhadap keselamatan dirinya sendiri, terlebih orang yang hanya suka menilai kelemahan atau keburukan orang lain.

Yesus pun mengajarkan hal yang sama. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Bagaimana kita bisa menilai keburukan orang lain jika diri kita sendiri masih belum sempurna? Dan Yesus pun menyebut orang yang demikian sebagai orang yang munafik. "Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (ay 5). Kita harus berhati-hati dalam mengeluarkan perkataan mengenai orang lain, karena salah-salah kita akan terjebak kepada proses menghakimi yang akan merugikan diri kita sendiri. "Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (ay 2).

Manusia memiliki kecenderungan untuk merasa lebih pandai untuk menilai orang lain ketimbang memeriksa dirinya sendiri. Oleh karena itulah kita harus benar-benar menjaga diri kita untuk tidak terjebak kepada perilaku seperti ini. Hal ini sungguh penting, begitu pentingnya bahkan Tuhan pun mau membantu kita untuk menyelidiki hati kita, apakah kita masih menyimpan banyak masalah atau tidak. Firman Tuhan berkata "Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin.." (Yeremia 17:10). Dan Daud pun pernah meminta Tuhan untuk menguji dan memeriksa dirinya. "Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku." (Mazmur 26:2). Dalam kesempatan lain ia berkata "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (139:23-24). Daripada sibuk melihat keburukan orang lain, sebaiknya kita mau dengan segala kerendahan hati dan kejujuran memeriksa diri kita sendiri. Apabila kita masih menemukan hal-hal yang bisa menghambat pertumbuhan dan merusak kesehatan rohani di dalam diri kita, seharusnya kita dengan tulus mengakuinya dan membereskannya secepat mungkin agar hati kita bisa tetap terjaga bersih.

Daripada sibuk menganalisa keburukan orang lain lebih baik memeriksa diri kita sendiri

Wednesday, June 23, 2010

Memberitakan Firman

Ayat bacaan: 2 Timotius 4:2
========================
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran."

memberitakan firmanSebuah stiker bertuliskan "The way, the truth, the life..Jesus" tertempel di kaca belakang sebuah mobil yang tepat berada di depan saya. Sepanjang kemacetan pun mata saya tertumpu pada stiker yang berukuran cukup untuk bisa dibaca oleh pengendara di belakangnya. Betapa simpelnya, pikir saya, untuk mewartakan Injil seperti ini. Si pemilik hanya menempel sebuah stiker yang menyampaikan firman Tuhan seperti yang tertulis dalam Yohanes 14:6, dan stiker itu akan berbicara banyak kepada siapapun yang melihatnya tanpa memerlukan si pemilik untuk repot-repot menginjili orang secara langsung. Seringkali kita punya ribuan alasan untuk menolak memberitakan kabar gembira kepada orang. Segala keterbatasan pun akan mudah kita berikan. Takut, tidak tahu caranya, tidak mengerti terlalu banyak, tidak pintar ngomong, sudah terlalu sibuk dan lain-lain. Padahal sebuah cara yang sangat sederhana seperti apa yang dibuat pemilik mobil di depan saya pun sebenarnya bisa menjadi sebuah cara untuk menyampaikan firman Tuhan.

Sebuah pesan Paulus yang amat penting disampaikan kepada Timotius. "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Mengacu kepada pesan ini, kita bisa melihat bahwa tugas untuk menyampaikan firman itu bukanlah hanya di saat kita punya waktu saja, atau ketika memungkinkan, tetapi harus senantiasa mengikuti hidup kita. Baik atau tidak baik waktunya, kita harus selalu siap sedia. Dan pesan ini penting adanya, karena sesaat sebelum Tuhan Yesus naik ke Surga, Dia pun menyampaikan sebuah Amanat Agung yang wajib dilaksanakan oleh semua orang yang beriman kepadaNya. "Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:18-20). Lihatlah bahwa kita tidak melakukannya sendirian, tetapi ada penyertaan Tuhan yang memampukan kita untuk melakukan itu. Bukan bisa atau tidak, tapi bersedia atau tidak, itulah yang penting.

Sebuah contoh menyampaikan firman Tuhan pada saat yang bagi kita dianggap sebuah waktu yang sungguh tidak tepat bisa kita baca dalam Kisah Para Rasul. Mari kita lihat ketika Paulus dan Silas dipenjara setelah mengalami siksaan sebelumnya. Dalam keadaan kesakitan, mereka dipasung dan diletakkan dalam ruang penjara terdalam. Bukankah itu adalah saat yang sangat tidak baik untuk mewartakan firman Tuhan? Kita mungkin akan meratap kesakitan, menggigil kedinginan atau gemetar ketakutan jika itu terjadi pada diri kita. Tetapi perhatikan apa yang dilakukan Paulus dan Silas pada waktu itu. "Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka." (Kisah Para Rasul 16:25). Yang terjadi selanjutnya sungguh ajaib. Sebuah gempa hebat terjadi, dan mereka pun lepas dari belenggu. Mukjizat malam itu tidak berhenti sampai disitu saja, karena kemudian kita mengetahui terjadi pertobatan kepala penjara dan seisi rumahnya. Si kepala penjara bertanya apa yang harus ia perbuat agar selamat. "Jawab mereka: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu." (ay 31). Paulus dan Silas pun kemudian menyampaikan firman Tuhan kepada seluruh keluarga kepala penjara. "Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya." (ay 32), dan memberi diri mereka dibaptis. (ay 33). Dari kisah ini kita bisa melihat bagaimana firman Tuhan itu sanggup menyelamatkan dan memerdekakan, dan itu hadir pada saat yang sulit, dimana kita akan beranggapan bahwa itu bukanlah saat yang tepat.

Di pundak kita semua pesan yang sama ini telah disematkan. Baik atau tidak baik waktunya, kita harus selalu siap sedia menyampaikan kebenaran firman Tuhan. Ketika kita memikirkan betapa sulitnya atau mungkin berbahayanya menjadi duta Kerajaan Allah untuk menyampaikan berita keselamatan, kita bisa belajar dari keteladanan yang ditunjukkan oleh Paulus dan Silas ini. Caranya pun bisa seribu satu macam. Mungkin kita tidak bisa berkotbah, tapi mungkin kita bisa menulis. Jika tidak bisa menulis, kita bisa menyanyi, dan sebagainya. Sekedar menyampaikan kesaksian bagaimana sukacitanya hidup yang selalu berada dalam lindungan Tuhan pun bisa menjadi berkat buat banyak orang. Bahkan seharusnya terang Kristus bisa tercermin dari cara hidup kita, tingkah laku, perkataan, perbuatan dan gaya hidup kita, dan itupun bisa menjadi cara tersendiri untuk menyatakan bagaimana luar biasanya ketika kasih Kristus berada dalam diri kita. Apa yang menjadi tugas kita adalah menyampaikan firman Tuhan, dan biarkanlah firman itu kemudian berjalan sendiri dengan kuasaNya untuk menjangkau jiwa-jiwa. Sebab Tuhan berkata: "Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:10-11). Mari kita perhatikan orang-orang disekeliling kita hari ini. Adakah yang membutuhkan penghiburan dan siraman firman Tuhan? Sudahkah kita peduli kepada mereka? Tetaplah siap sedia untuk memberitakan firman, meski waktunya baik ataupun tidak.

Firman Tuhan tidak akan kembali sia-sia, mari berkati lebih banyak orang lagi dengan firman Tuhan

Tuesday, June 22, 2010

Mencintai Firman Tuhan

Ayat bacaan: Mazmur 119:97
========================
"Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari."

mencintai firman Tuhan, taurat TuhanAnda pernah jatuh cinta? Jika pernah, tentu anda tahu bagaimana rasanya. Makan tak enak, tidur tak nyenyak, begitu kata orang. Kita gelisah ketika jauh, rasa rindu akan segera menyerang begitu kita berpisah meski hanya untuk waktu yang singkat. Setiap saat kita ingin bertemu, mendengar suaranya, melihat wajahnya dan menghabiskan waktu bersama dengan orang yang kita cintai. Rasa cinta bisa begitu dalam hingga kita rela mengorbankan apapun untuk itu. Bagaikan magnet yang akan selalu berusaha menarik satu sama lain, seperti itu pula rasanya ketika cinta tengah melanda diri kita dan orang yang kita kasihi.

Sebuah ungkapan cinta ditulis lengkap oleh Daud dalam Mazmur 119. Bukan kepada seseorang, tetapi tentang rasa cintanya yang begitu besar kepada firman Tuhan. Tidak hanya dalam Mazmur 119 saja, tetapi jika kita melihat isi dari kitab Mazmur, maka kita akan menemukan ada begitu banyak ayat yang menyatakan kecintaan sang Penulis terhadap firman Tuhan. Tapi hari ini mari kita melihat pasal 119 yang sangat panjang ini. Disana Daud melukiskan dengan indah mengenai rasa cintanya dan apa yang ia peroleh dari taurat Tuhan yang sangat ia cintai itu. Dengan lantang Daud berseru: "Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari." (Mazmur 119:97).

Layaknya rasa cinta yang tidak asing lagi bagi kita, Daud pun merasakan hal seperti itu terhadap firman Tuhan. Bagi Daud, merenungkan dan melakukan firman Tuhan bukanlah sebuah paksaan, bukan sebuah kewajiban semata dan bukan pula beban, melainkan sebuah kesukaan yang didasari rasa cinta. Ia terus merindukan firman Tuhan hingga ia menyatakannya dengan "merenungkannya sepanjang hari", dan di awal kitab Mazmur ia mengatakan merenungkannya "siang dan malam". Inilah bentuk kecintaan Daud yang luar biasa besarnya terhadap firman Tuhan. Mengapa ia bisa jatuh cinta sedemikian dalam? Daud menemukan begitu banyak hal yang membuktikan keampuhan firman Tuhan. Mari kita lihat beberapa diantaranya hanya dengan fokus kepada pasal 119 saja.

- Daud tahu bahwa firman Tuhan itu memberi kehidupan. "Untuk selama-lamanya aku tidak melupakan titah-titah-Mu, sebab dengan itu Engkau menghidupkan aku." (ay 93)
- Firman Tuhan membuatnya lebih bijaksana. "Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku." (ay 98)
- Firman Tuhan membuatnya lebih berakal budi. "Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan." (ay 99)
- Ia menjadi lebih paham dari orang-orang tua yang bijaksana sekalipun. "Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu." (ay 100)
- Ia menjadi lebih mampu menahan diri dari segala godaan tindak kejahatan. "Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu." (ay 101).
- Ada janji yang manis yang mampu memberikan penghiburan dikala susah. "Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku." (ay 103)
- Firman Tuhan memberi pengertian sehingga ia tahu apa yang dibenci Tuhan. "Aku beroleh pengertian dari titah-titah-Mu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta." (ay 104)
- Firman Tuhan mampu mengarahkan masa depannya ke arah yang diinginkan Tuhan. "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (ay 105)

Dan ada banyak lagi kuasa firman Tuhan yang akan sangat berguna bagi diri kita, baik saat ini maupun untuk masa depan kita kelak. Singkatnya, Daud tahu pasti bahwa ada kerugian besar yang akan kita derita apabila kita tidak hidup bersama firman Tuhan.

Di dalam firman Tuhan ada banyak janji, petunjuk, nasihat, tuntunan, hikmat dan teguran. Di dalam firman Tuhan ada kuasa yang ampuh untuk kesembuhan, pemulihan, berkat dan tentu saja keselamatan. Secara singkat Daud mengatakan seperti ini: "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik... tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Alangkah ruginya apabila kita hari ini masih menganggap menggali firman Tuhan itu sebagai sesuatu yang membosankan. Bagaimana dengan anda? Seberapa besar cinta anda akan firman Tuhan hari ini? Apakah membaca Alkitab, membaca, merenungkan, memperkatakan dan melakukannya sudah menjadi kerinduan bagi anda? Apakah menggali firman Tuhan merupakan sebuah kesukaan yang didasari rasa cinta atau malah beban? Tuhan siap berbicara menyingkapkan banyak hal kepada anda hari ini, Dia rindu untuk menyampaikan banyak hal kepada anda sekarang juga, dan anda bisa memperolehnya lewat firman Tuhan yang hidup. Seperti Daud, hiduplah bersama firman Tuhan dan temukan segala tuntunan Tuhan yang akan mampu membuat hidup kita jauh lebih baik, seturut rencanaNya dan akan mengarahkan kita kepada jalan yang telah Dia persiapkan bagi kita.

Firman Tuhan merupakan kabar dari Tuhan yang memerdekakan

Monday, June 21, 2010

Durian

Ayat bacaan: 2 Korintus 2:16
========================
"Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan. "

durian, bau harum, busukBeberapa hari yang lalu istri saya iseng mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan durian di youtube. Kami sama-sama tertawa melihat banyaknya orang asing yang merekam tingkah laku mereka ketika hendak membuka sebuah durian. Ada yang menertawakan temannya yang dipaksa menyicipi durian untuk kali pertama, ada yang mencoba mendeskripsikan betapa "aneh"nya bau dan rasa durian dan sebagainya. Di salah satu video bahkan ada yang menggambarkan durian bagaikan alien dari luar angkasa. Sebagian besar mengatakan bahwa durian memiliki bau seperti bawang putih, saya pun heran entah dari mana mereka bisa mengatakan mirip. Rasanya menjijikkan, ada yang sampai hampir muntah sebelum mencoba dan sebagainya. Lucu sekali rasanya melihat pola dan tingkah laku mereka ketika mencoba durian. Jangankan mencoba, membelahnya saja sudah salah. Anda termasuk penggemar atau pembenci durian? Begitu unik dan kontroversialnya buah durian ini, bagi yang suka akan rela mengeluarkan kocek berapapun untuk bisa mendapatkan durian, sementara bagi sebagian lainnya buah ini dianggap menjijikkan. Bahkan di beberapa negara buah durian dinyatakan sebagai buah terlarang untuk masuk ke negaranya. Durian itu harum dan lezat bagi sebagian orang, tapi busuk dan menjijikkan bagi sebagian lainnya.

Seperti apa "bau" kita bagi orang lain? Paulus pernah pada suatu kali menggambarkan hal ini. "Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana." (2 Korintus 2:14). Keharuman pengenalan akan Kristus seharusnya tercermin lewat sikap, perbuatan dan tingkah laku kita, duta-dutaNya di dunia ini. Hidup kita seharusnya memancarkan keharuman Kristus dengan menjadi terang dan garam di mata dunia. Berbagai kesaksian-kesaksian dalam hidup kita seharusnya bisa menyebarkan keharuman akan Kristus kemanapun kita pergi. Tapi seperti durian tadi, bau dari diri kita bisa saja dinilai berbeda. Bagi sebagian orang kita bisa dipandang sebagai suatu keharuman. Mereka akan suka berada di dekat kita, merasa sukacita dan damai ketika kita ada bersama mereka. Namun sebaliknya bagi yang menolak. Mereka akan menganggap kita bagaikan sampah yang berbau busuk, menjijikkan, dan harus dihindari atau ada pula yang lebih ekstrim lagi hingga ingin menghancurkan. Dan itulah yang kita hadapi sebagai pengikut Kristus. Akan ada saja orang-orang yang membenci kita karena kita menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Paulus mengatakannya demikian "Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan." (ay 16). Ayat ini hadir mengikuti ayat sebelumnya yang berbunyi: "Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa." (ay 15). Jadi yang dimaksud Paulus dengan "yang terakhir" itu adalah bagi yang binasa, sedangkan "yang pertama" merupakan orang-orang yang diselamatkan. Seperti apapun orang mengira bau yang kita pancarkan, apakah itu keharuman atau kebusukan dalam pandangan orang-orang disekitar kita, jika kita melakukan tepat seperti apa yang diinginkan Tuhan, maka itu tetaplah berbau harum bagi Tuhan. Itu yang dinyatakan Paulus dalam ayat 15 di atas.

Dalam prakteknya, manusia seringkali lebih mementingkan status di hadapan manusia dibandingkan di hadapan Allah. Mereka akan terus berkompromi untuk mengikuti apa yang salah agar tidak dikucilkan, tidak jarang pula mereka akan merasa malu menjadi pengikut Yesus dan menyangkal iman mereka agar mereka tidak dimusuhi. Dan ini sudah terjadi sejak jaman ketika Yesus hadir di tengah-tengah manusia. "Namun banyak juga di antara pemimpin yang percaya kepada-Nya, tetapi oleh karena orang-orang Farisi mereka tidak mengakuinya berterus terang, supaya mereka jangan dikucilkan." (Yohanes 12:42). Mengapa harus demikian? Inilah jawabannya: "Sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia dari pada kehormatan Allah." (ay 43). Ini jelas salah. Berhati-hatilah agar kita tidak terjebak dalam perilaku seperti ini, karena menyangkal Kristus akan membuahkan sesuatu yang fatal akibatnya. "Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 10:32-33). Dan kita tahu apa konsekuensinya ketika Yesus tidak mengakui kita di hadapan Bapa. Jurang kebinasaan kekal penuh siksaan pun akan segera menanti kita. Itulah sebabnya Paulus mengatakan bahwa kita harus terus "berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya." (2 Korintus 2:17). Tidak perlu malu atau takut untuk mengakui iman kita. Apakah itu akan dianggap harum atau busuk di hadapan orang, di mata Tuhan itu akan selalu dianggap sebagai keharuman.

Bagaimana bau yang kita pancarkan hari ini? Apakah kita sudah menyebarkan aroma keharuman Kristus lewat hidup dan kesaksian kita? Apakah orang bisa mencium aroma Kristus melalui pekerjaan, keluarga, sikap, tingkah laku, gaya hidup, perkataan dan perbuatan kita? Apakah itu yang kita lakukan, atau justru sebaliknya menyingkirkan keharuman itu karena takut dikenali orang sebagai pengikut Kristus? Tampillah sebagai orang-orang yang berani berbicara sebagaimana mestinya. Banggalah sebagai pengikut Kristus karena sesungguhnya Dia telah menganugerahkan keselamatan bagi kita semua yang percaya kepadaNya. Apakah itu dianggap harum atau busuk di mata manusia bukanlah soal. Apa yang penting adalah bagaimana bau kita di hadapan Tuhan.

Jadilah orang-orang yang memancarkan bau yang harum dari Kristus

Sunday, June 20, 2010

Seribu Satu Cara

Ayat bacaan: Yesaya 55:8-9
=======================
"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."

seribu satu cara TuhanRumah saya terbilang cukup jauh dari kota. Beberapa ruas jalan akan diliputi kemacetan pada jam-jam tertentu, sehingga waktu tempuh pun menjadi semakin panjang. Tapi ada banyak jalan alternatif yang terus saya temukan sejak pindah hingga hari ini, sehingga saya bisa menghindari kemacetan dengan melewati beberapa ruas jalan kecil yang mungkin tidak diketahui banyak orang. Hari ini pun sama, saya melewati jalan-jalan alternatif tersebut agar tidak terjebak kemacetan di jalan utama. Dan ketika itulah saya berpikir, seandainya manusia saja punya banyak alternatif untuk mengatasi sebuah masalah, apalagi Tuhan. Apa yang Dia sanggup sungguh jauh lebih besar dari kemampuan nalar atau logika kita. Dan itu sudah terbukti berabad-abad pada begitu banyak orang yang tidak lagi terhitung jumlahnya. Miracle, atau keajaiban akan sangat mudah ketika berada di tangan Tuhan.

Ketika saya membaca ayat bacaan diatas hari ini: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9), saya mengerti bahwa ayat ini berbicara sangat besar. Ini adalah ayat yang menunjukkan betapa besarnya Allah yang tidak akan mampu terselami dengan kemampuan akal kita yang begitu terbatas. Kita boleh hebat dengan menciptakan teknologi dan terus berkembang maju di segala bidang, tapi tetap saja kita tidak akan pernah mampu mencapai tingkat seperti Tuhan. Kita tahu bahwa Tuhan selalu rindu untuk memberkati dan menolong anak-anakNya, itu benar, dan kita harus tahu pula bahwa Tuhan punya seribu satu cara untuk menggenapinya. Acap kali cara yang dipakai Tuhan itu ajaib, tidak pernah terpikirkan oleh kita, tidak terselami, bahkan tidak mampu dipecahkan dengan akal logika kita.

Lihatlah beberapa contoh yang terdapat di dalam Alkitab. Coba lihat bagaimana Tuhan menolong Elia lewat burung-burung gagak yang membawa roti dan daging setiap pagi dan petang ketika ia berada di sungai Kerit. (1 Raja Raja 17:1-6). Lalu lihatlah bagaimana Tuhan menolong seorang janda yang terjerat hutang lewat sedikit sisa minyak yang ia miliki. Tuhan sanggup mengisi bejana-bejana hingga melimpah, lalu menyuruh perempuan itu untuk pergi menjual minyak untuk menutupi hutangnya. Bahkan begitu melimpah sehingga si janda masih memiliki sisa uang yang bisa ia pakai untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. (2 Raja Raja 4:1-7). Masih ingatkah anda dengan kisah Perkawinan di Kana dimana Yesus mengatasi masalah kehabisan anggur hingga berlimpah-limpah? (Yohanes 2:1-11), atau mengenai penggandaan lima roti dan dua ikan yang dimiliki seorang anak kecil untuk memberi makan lebih dari 5000 orang? (Matius 14:13-21). Ini baru beberapa contoh saja, karena ada ratusan contoh di dalam Alkitab yang mencatat bagaimana bervariasinya perbuatan ajaib yang dilakukan Tuhan untuk menolong dan memberkati anak-anakNya. Hingga hari ini pun berbagai mukjizat yang ajaib masih bisa kita saksikan. Orang sakit disembuhkan, rumah tangga atau diri seseorang dipulihkan dan sebagainya, bahkan orang mati yang bangkit kembali pun masih juga terdengar hingga hari ini. Tuhan sanggup, lebih dari sanggup menolong anak-anakNya dengan seribu satu cara sampai kapanpun.

Paulus menuliskan kepada jemaat Roma seperti berikut: "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" (Roma 11:33). Tidak ada satupun manusia, sepintar apapun, yang akan sanggup mengukur cara-cara yang dipakai Tuhan. Paulus pun melanjutkan "Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?" (ay 34). Alangkah sia-sianya jika kita terus menerka-nerka bagaimana Tuhan sanggup menolong kita untuk lepas dari masalah yang tengah kita gumuli hari ini. Alangkah ironisnya jika kita merasa putus asa bahwa masalah kita tidak akan mampu terpecahkan. Kita bisa memakai logika kita yang paling muktahir untuk menganalisa problema yang tengah kita hadapi hari ini, dan mungkin logika kita berkata bahwa apa yang kita alami tidak lagi memiliki pemecahan atau jalan penyelesaian, namun di tangan Tuhan tidak ada yang mustahil! Segalanya mungkin, dan Tuhan bisa memakai orang-orang atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan bagi kita untuk menjadi saluranNya dalam menolong atau memberkati kita. Kita tidak akan pernah bisa mengukur Tuhan. Jarak antara kemampuan logika kita dan kemampuan Tuhan itu bagaikan bumi dan langit, tidak terselidiki, tidak terselami.

Berabad-abad yang lampau Pemazmur sudah menyadari hal itu. Pemazmur berkata: "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu." (Mazmur 77:12-13). Dan kabar baiknya, keajaiban Tuhan itu masih berlanjut hingga hari ini, dan akan terus terjadi sampai kapanpun. Jika demikian, mengapa kita harus gentar menghadapi masalah seberat apapun yang tengah menghimpit kita hari ini? Teruslah hidup dalam pengharapan dan kepercayaan penuh dalam Tuhan. Lakukan bagian kita, dan pada saatnya nanti Tuhan akan bertindak dengan cara-cara yang ajaib, yang tidak terselami atau tidak terselidiki, tidak terbayangkan dan tidak terpikirkan oleh kita. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, "Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!" (Wahyu 15:3b).

God can bless us in many creative ways

Saturday, June 19, 2010

The Face of Rage

Ayat bacaan: Mazmur 37:8
========================
"Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan."

marah, lemah lembut, penguasaan diriLihatlah televisi hari-hari ini, dan anda akan dengan mudah melihat bagaimana wajah dari sebuah amarah. The face of rage, seperti itu saya gambarkan, akan dengan jelasnya terlihat dalam beragam acara, mulai dari berita-berita tentang demonstrasi, kericuhan, tawuran, perkelahian, atau perdebatan di parlemen bahkan ada banyak pula acara yang memanfaatkan kemarahan dan emosi untuk menarik rating. Intinya, bagaimana memancing kemarahan seseorang atau sekelompok orang, dan ketika muka mereka memanas dan berubah menjadi ganas, ketika mereka mulai mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak pantas atau mulai mencoba menyerang secara langsung, disanalah acara itu dianggap menarik. Begitu banyak pola kemarahan yang kita tonton sehari-hari, sehingga bisa-bisa lama kelamaan kita akan berpikir bahwa emosi meledak-ledak itu wajar saja. Dan ada banyak orang yang mengira bahwa mereka bisa membuat wibawa mereka meroket lewat gaya penuh emosi, meledak-ledak dalam kemarahan. Dengan terus menerus membentak atau marah, atau setidaknya memasang wajah dingin, mereka mengira bahwa mereka akan terlihat berkuasa. Seharusnya tidaklah demikian. Kekristenan tidak pernah mengajarkan kita untuk memupuk emosi. We are not to have the face of rage. God never created us for that.

Berulang-ulang dalam banyak ayat Alkitab mengajarkan kita untuk tidak memendam amarah. Apalagi memupuk dan terus meningkatkan kebiasaan kita untuk terbakar emosi. Lihatlah firman Tuhan dalam Mazmur berikut: "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." (Mazmur 37:8). Kita diingatkan untuk segera meredakan kemarahan dan mendinginkan hati secepat mungkin, karena ada banyak kejahatan yang mengintip di balik sebuah kemarahan. Ini bukannya berarti kita tidak boleh marah. Marah itu boleh saja, tetapi jangan membiarkan diri kita mengalaminya berlarut-larut, karena eskalasi kemarahan itu biasanya akan terus meningkat jika tidak segera kita redam, dan pada akhirnya ada banyak kebodohan hingga dosa yang akan kita lakukan, yang pada suatu saat akan membuat kita menyesal sesudahnya. Seandainyapun kita harus marah, "Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam." (Mazmur 4:4).

Mari kita lihat kelanjutan ayat dalam Mazmur 37 di atas. Setelah Daud mengatakan bahwa kemarahan itu tidak akan membawa manfaat apa-apa selain mengarah kepada berbagai tindak kejahatan, demikian bunyi ayat berikutnya: "Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri." (Mazmur 37:9). Orang-orang yang berbuat jahat tidak akan mewarisi apa-apa selain kebinasaan yang kekal. Dan ini sejalan dengan apa yang dikatakan Yesus setelahnya: "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5). Orang yang mudah dipenuhi kemarahan tidak mampu menguasai diri mereka dan hanya akan menuai kehancuran, sebaliknya orang yang lemah lembut akan memperoleh banyak hal, bahkan dikatakan orang yang demikian akan memiliki bumi.

Lemah lembut merupakan satu dari sekian banyak buah Roh seperti yang tertulis dalam Galatia. "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu." (Galatia 5:22). Tetapi bagaimana mungkin kita bisa lemah lembut ketika ada orang-orang yang memang membuat kita kesal atau emosi? Bukan salah kita dong kalau kita marah? Itu mungkin yang kita pikirkan. Tetapi dengarlah bahwa apa yang dikatakan dengan lemah lembut adalah orang yang memiliki hati tunduk kepada kehendak Tuhan dalam hidupnya. Penundukan berbicara luas dalam berbagai aspek, baik pikiran, tindakan, perkataan atau perbuatan. Dan semuanya seharusnya tunduk ke dalam tuntunan Tuhan, lewat Roh Kudus yang tinggal diam di dalam diri kita. Ketaatan kita untuk tunduk kepada Roh Allah, kerelaan kita untuk hidup dipimpin Roh Kudus akan menghasilkan buah-buah yang sangat baik, dimana beberapa diantaranya adalah kelemah lembutan dan penguasaan diri. "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh." (ay 25). Inilah yang akan membuat kita mampu terus hidup dengan lemah lembut walaupun hal-hal yang sangat berpotensi mampu membangkitkan amarah mungkin terus mendatangi kita.

Kemarahan sungguh berpotensi untuk mendatangkan bahaya bagi kita. Baik secara langsung di dunia ini, seperti berbagai penyakit yang bisa menyerang kita, maupun ancaman berbuat berbagai kejahatan yang menimbulkan dosa. Karena itulah kita harus senantiasa berusaha untuk menjaga hati kita agar tetap lemah lembut. Yakobus pun mengingatkan hal ini dengan sangat jelas. "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (Yakobus 1:20). Tidak ada kebaikan apapun yang bisa kita tuai dari sebuah kemarahan. There's no benefit in placing a face of rage on our face, there's nothing good comes from the heart that's full with anger. "Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu." (ay 21). Terus bekali hati, jiwa dan roh kita dengan firman-firman Tuhan, dan terimalah itu dengan lemah lembut. Hiduplah dipimpin oleh Roh Allah dan hasilkan buah-buah yang indah, sehingga kita bisa menjalani hidup dengan sukacita dan bahagia tanpa terpengaruh oleh hal apapun yang mencoba menimbulkan amarah kita. Face of rage is never be the kind of face God wants us to have. Mungkin tidak mudah bagi kita untuk menahan diri, mungkin sulit bagi kita untuk memiliki hati yang lembut, tetapi itulah yang sebenarnya diinginkan Tuhan untuk kita miliki.

Tundukkanlah diri dalam Roh Kudus dan milikilah hati yang lemah lembut

Friday, June 18, 2010

Menjaga Hati

Ayat bacaan: Yeremia 17:9
======================
"Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?"

menjaga hatiManis diluar, tapi penuh kebencian di hati. Ada banyak orang yang bersikap seperti itu. Dan kita memang sulit tahu apa isi hati orang. Tidak ada yang bisa mengetahui dengan tepat apa yang sedang ada di dalam hati seseorang. Sebuah pepatah yang sudah sangat kita kenal pun berbicara mengenai hal ini. "Dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa tahu?" Sungguh hati adalah bagian dari diri kita yang memang tersembunyi dan tidak terlihat dari luar. Jangankan mengetahui isi hati orang secara tepat, isi hati kita sendiri pun sering tidak kita ketahui dengan pasti. Kita bisa merasa kesal tanpa sebab, merasa sedih tanpa alasan jelas, kehilangan mood dan sebagainya, dan semua itu berasal dari perasaan dalam hati kita.

Adalah sangat penting bagi kita untuk menjaga hati. Dalam dua renungan terdahulu kita sudah melihat betapa pentingnya menjaga hati kita agar hubungan kita dengan Tuhan tidak terhalang, dan doa-doa yang kita panjatkan pun akan sampai kepada Tuhan tanpa hambatan. Yesus mengingatkan "Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:18-19). Lihatlah betapa berbahayanya sebuah hati yang tidak terkontrol.

Alkitab pun menyatakan pula bagaimana kita begitu mudah tertipu melihat penampilan luar seseorang, tetapi kita tidak tahu apa yang tersembunyi dalam hati mereka sebenarnya. "Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?" (Yeremia 17:9). Dan bukan hanya hati orang lain saja, tetapi hati kita sendiripun bisa seperti itu. Begitu banyak hal negatif yang bisa menghancurkan kita berasal dari hati. Jika tubuh kita saja perlu secara rutin diperiksa, apalagi hati kita yang letaknya tersembunyi, jauh di dalam tubuh kita. Memang sulit bagi kita untuk mengendalikan hati kita, tetapi puji Tuhan, kita punya Allah yang tahu keterbatasan kita. Ketika kita tidak sanggup memeriksa dan memastikan hati kita berada dalam kondisi fit dan bersih dari segala kotoran, Tuhan bersedia untuk itu. Lihatlah ayat selanjutnya dalam Yeremia di atas. "Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin." (ay 10). Tuhan telah mengatakan bahwa Dia mau memeriksa hati kita, menyembuhkan yang terluka, membersihkan yang kotor dan mengembalikan hati kita ke dalam keadaan yang baik.

Kita bisa belajar dari Daud yang terus peduli untuk meyakinkan bahwa hatinya berada dalam keadaan bersih atau tahir. Dalam Mazmur 26 dan 139 misalnya, Daud berulang kali meminta Tuhan untuk menyelidiki hati dan batinnya. Daud juga berseru: "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12). Kita bisa meminta seperti ini, dan Tuhan bersedia untuk itu. Tidak mudah buat kita untuk melakukannya sendirian, tetapi kita harus ingat bahwa kita punya Tuhan yang sungguh peduli dan akan segera turun tangan jika kita memiliki niat sepenuhnya untuk menjaga kondisi hati kita.

Kita harus menyediakan diri kita untuk siap dikoreksi dan dibentuk, serta diperbaharui oleh Tuhan. Isilah terus diri kita dengan firman Tuhan, dan mintalah Tuhan untuk menyelediki hati kita. Kiranya apa yang dikatakan Penulis Amsal berikut bisa tetap kita ingat dengan baik. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Adalah penting bagi kita untuk menjaga agar hati kita tetap bersih, karena dari sana hal yang baik dan buruk bisa berawal. Pastikan senantiasa kita tetap menjalani hidup dengan sebentuk hati yang bersih.

Kehidupan sesungguhnya terpancar dari hati, karena itu jagalah hati agar tetap bersih

Thursday, June 17, 2010

Vindicate Me, O Lord..

Ayat bacaan: Mazmur 26:1
=======================
"VINDICATE ME, O Lord.."

selidiki akuBeberapa minggu yang lalu tetangga saya membatalkan secara sepihak perjanjiannya dengan seorang tukang yang seharusnya merenovasi rumahnya. Ia merasa biaya yang dibebankan terlalu mahal, sehingga ia memutuskan untuk memakai tukang yang lain saja. Ternyata tukang itu sudah terlanjur membeli bahan-bahan, dan karenanya ia pun mengalami kerugian yang tidak sedikit. Si tukang yang juga mengenal saya menceritakan itu semua dan menyatakan bahwa ia merasa sangat kesal karena seperti dipermainkan. "Bayangkan, pembatalannya hanya beberapa jam sebelum waktu yang kita sepakati bagi saya untuk datang bekerja kesana." gerutunya. "Setidaknya tanggung dong bahan-bahan yang sudah saya beli, ini sudah tidak jadi, malah saya rugi sebesar ini.." tambah si tukang itu. Dan saking kecewanya, si tukang pun mengaku malas melewati rumah di depan saya karena tidak mau melihat tetangga saya. Perselisihan seperti ini sering terjadi dan biasanya timbul karena kedua pihak merasa benar. Dengan komunikasi baik-baik seharusnya bisa diselesaikan, tapi alangkah sulitnya untuk membuang ego ketika kita sedang berselisih atau beradu argumen dengan seseorang. Sehingga baik sadar atau tidak, kita bisa meninggalkan luka di hati orang lain karenanya.

Saya ingin menyambung sedikit menambahi renungan kemarin yang mengingatkan kita mengenai pentingnya memiliki hati yang bersih sebelum kita mendatangi Allah membawa doa-doa kita. Seharusnya kita membereskan terlebih dahulu hal-hal yang masih mengganjal, mungkin dendam, amarah atau sebagainya yang bisa mengotori hati kita, karena itu bisa membuat doa-doa kita tidak ditanggapi oleh Tuhan. Kita harus membereskan terlebih dahulu:
- Niat jahat yang masih ada di hati kita. "Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar." (Mazmur 66:18)
- Dosa-dosa yang belum dibereskan. "tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2)
- Hati yang masih dipenuhi keinginan-keinginan untuk memuaskan hawa nafsu. "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3)
- Ganjalan/perselisihan dengan orang lain. "Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu." (Matius 5:23-24)

Masalahnya terkadang kita tidak sadar bahwa apa yang kita lakukan dan ucapkan ternyata menorehkan luka di hati seseorang, bahkan bisa sampai menimbulkan kepahitan bagi mereka dan sulit sembuh untuk waktu yang lama. Ketika Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa kita seharusnya membereskan terlebih dahulu permasalahan dengan seseorang, dan ketika orang memiliki ganjalan tentang kita dalam hatinya, jelas hal itu merupakan sesuatu yang penting. Hanya saja ego kita sering menjadi penghalang, atau kita seringkali tidak sadar telah melukai perasaan orang lain lewat perbuatan dan perkataan kita.

Daud menyadari hal itu. Itulah sebabnya ia mengatakan "VINDICATE ME, O Lord.." (Mazmur 26:1). Vindicate me, bebaskan aku dari tuduhan, kesalahan, kecurigaan atau keraguan. Selidiki aku, itu kata Daud. Ada kalanya kita tidak menyadari telah melukai perasaan orang lain, atau mungkin kita sudah lupa, padahal buat mereka itu masih berbekas dan terasa sangat menyakitkan. Daud kemudian berseru pula: "Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku." (ay 2). Lewat rangkaian seruan Daud ini kita bisa belajar bahwa kita bisa meminta Tuhan untuk memeriksa diri kita, hati dan pikiran kita, apakah kita sudah benar-benar membereskan segala sesuatu atau tidak. Pada bagian lain kembali kita dapati seruan yang sama. "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (139:23-24). Daud tahu bahwa ada banyak hal yang masih harus dibereskan terlebih dahulu sebelum ia mampu berhubungan dengan Tuhan. Membawa hati yang masih kotor untuk menjumpai Tuhan di tahtaNya yang kudus dan suci tentu tidaklah layak. Dan karena itulah kita harus memastikan terlebih dahulu bahwa hati kita sudah benar-benar bersih, tidak lagi punya masalah dengan orang lain dan sebagainya, sebelum kita berharap bahwa Tuhan mau mendengar doa kita.

Lingkungan yang terdekat adalah keluarga kita. Dan tanpa sadar, disana pula kita sering menorehkan luka. Apa yang kita ucapkan ketika sedang emosi kepada pasangan kita, baik istri kepada suami maupun suami kepada istri, atau orang tua kepada anak, dan sebaliknya anak kepada orang tua, bisa menyinggung atau melukai perasaan mereka. Mungkin kita sudah lupa, tapi tanpa sadar luka yang kita timbulkan lewat perkataan itu telah terlanjur menorehkan luka yang cukup dalam di hati mereka. Ada banyak keluarga yang akhirnya berantakan, masa depan anak menjadi hancur karena ada sesuatu yang pahit timbul di dalam hubungan antar keluarga ini. Para suami, para ayah, yang biasanya kelelahan dalam bekerja sering mudah emosi di rumah dan begitu gampang mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan dan perlakuan tidak pantas kepada istri atau anaknya. Petrus pun mengingatkan: "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7). Sebagai seorang suami, saya pun tidak terlepas dari kesalahan seperti ini. Ada kalanya ketika emosi saya mungkin mengeluarkan kata-kata yang tidak baik. Sesuatu yang berlebihan, yang keluar hanya karena emosi semata, namun tak pelak hal itu bisa menyakiti perasaan dan meruntuhkan mental istri saya. Karenanya dalam waktu-waktu tertentu saya secara rutin menanyakan sekiranya ada sesuatu yang pernah saya perbuat atau katakan yang menyakiti istri saya, dan jika ada, saya akan segera minta maaf kepadanya. Ganjalan seperti ini selain bisa menghalangi doa, tapi juga berpotensi menimbulkan masalah di waktu yang akan datang. Dan saya sadar apapun itu harus dibereskan sesegera mungkin.

Sudahkah anda memastikan bahwa anda tidak meninggalkan luka di hati seseorang, baik itu pasangan anda, anak, teman, orang tua dan sebagainya? Sekiranya anda tidak yakin, mintalah Tuhan untuk memeriksanya. Sebab Tuhan berkata "Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin.." (Yeremia 17:10). Daud memiliki kerinduan seperti itu, ia rindu untuk memastikan bahwa ia tidak meninggalkan bercak noda dalam hatinya yang akan merintangi kedekatannya dengan Tuhan. Ia pun berseru: "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12). Kita bisa berdoa memohon hal yang sama kepada Allah. Dia akan senantiasa siap memperbaharui kita, tapi jangan lupa bahwa kita pun harus segera membereskan masalah apapun yang pernah timbul dengan sesama kita.

Menjaga hati agar tetap bersih itu penting, karena itulah sumber kehidupan yang akan sangat menentukan jalan hidup kita. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Mari kita sama-sama memastikan hati kita hari ini agar tetap bersih. Mintalah Tuhan untuk memeriksa apakah kita sudah membereskan semuanya atau belum, dan selesaikanlah secepatnya apapun yang masih menjadi penghalang bagi kita untuk mendatangi tahtaNya. Vindicate us, O Lord.

Hati yang bersih mutlak diperlukan agar doa-doa kita tidak terhalang

Wednesday, June 16, 2010

Berdoa Disertai Hati Yang Bersih

Ayat bacaan: Mazmur 66:18
======================
"Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar."

berdoa dengan hati yang bersihSalah seorang teman saya suatu hari pernah bercerita bahwa ia merasa lelah berdoa, tetapi merasa belum juga mendapat jawaban. "Sudah lelah rasanya saya berdoa, tapi tidak ada perubahan.." katanya lesu. Sesungguhnya hal seperti ini dialami oleh banyak orang. Mungkin kita pun pernah mengalaminya. Ada banyak hal yang bisa menjadi penyebabnya. Bisa jadi memang waktunya Tuhan belum tiba, karena biar bagaimanapun apa yang menjadi kehendak Tuhan, itulah yang terbaik untuk kita. Tapi disamping itu kita perlu pula memperhatikan beberapa hal dalam diri kita agar doa kita bisa didengar Tuhan. Dan salah satunya adalah kebersihan hati kita, karena tanpa hati yang bersih niscaya Tuhan tidak akan mau mendengar permohonan doa kita.

Pemazmur mengatakan "Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar." (Mazmur 66:18). Hal ini sering kita lupakan. Kita mengira dan mengharapkan bahwa meski dengan kondisi hati yang tidak baik Tuhan akan tetap mau mengabulkan doa kita. Sesungguhnya lewat ayat ini kita bisa melihat bahwa itu tidak benar. Hati yang masih kotor dan penuh diselubungi dosa, baik besar maupun kecil, sedikit maupun banyak, itu akan menghambat perjalanan doa kita untuk sampai kepada Tuhan. Dalam Yesaya kita bisa melihat ayat selanjutnya yang berbicara mengenai hal ini. Dikatakan "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Keseluruhan perikop dalam Yesaya 59 yang berjudul "Dosa adalah penghambat keselamatan" berbicara mengenai hal ini. Dan lihatlah bagaimana dosa yang bagi kita mungkin dianggap sepele sehingga kita sanggup melakukannya setiap hari tanpa rasa bersalah pun bisa menjadi penyebab tidak sampainya doa-doa kita. "Sebab tanganmu cemar oleh darah dan jarimu oleh kejahatan; mulutmu mengucapkan dusta, lidahmu menyebut-nyebut kecurangan." (ay 3). Bukankah begitu mudahnya kita berbohong, bergosip dan mengata-ngatai orang? Kita tidak membunuh, kita tidak mencuri, namun seringkali sulit bagi kita untuk menguasai mulut dan pikiran kita. Kita menganggap itu biasa, tapi tidak di mata Tuhan. Itu sama bahayanya dengan dosa besar dan cukup punya kekuatan untuk membuat Tuhan memalingkan mukanya dan menolak mendengar doa kita.

Kebersihan dan kemurnian hati sungguh penting untuk diperhatikan sebelum kita mendatangi Tuhan membawa persembahan kita, baik lewat doa dan puji-pujian. Tuhan Yesus mengatakan "Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu." (Matius 5:23-24). Ganjalan apapun yang ada dalam hati kita, atau ketika kita masih belum membereskan sesuatu dengan orang lain dan itu masih membekas dalam hati mereka akan mampu menghambat kelancaran doa kita. Itulah sebabnya Yesus mengingatkan kita agar segera membereskan semua ganjalan dan luka terlebih dahulu sebelum kita datang kepada Tuhan. Berdamai dengan sesama menjadi sebuah keharusan.

Berbagai ganjalan dalam hati kita, berbagai pikiran-pikiran yang tidak bersih, itu semua bisa membuat kita merasa tertuduh. Dan ketika itu terjadi akan sulit bagi kita untuk bisa dengan tenang mendekati Tuhan. Yohanes mengatakan "Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya." (1 Yohanes 3:21-22).

Kebersihan hati juga tergantung dari apa yang ada dalam hati dan pikiran kita untuk diminta. Seringkali kita terjebak kepada berbagai kebutuhan duniawi yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan, hanya meminta apa yang bisa memuaskan hawa nafsu dan malah bisa membuat kita menjauh dari Tuhan. Motivasi kita dalam meminta merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Firman Tuhan berkata: "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3). Hati yang bersih akan membuat kita awas dengan hal-hal seperti itu. Kita akan meminta sesuai dengan apa yang dipandang baik menurut Tuhan, dan bukan untuk memuaskan hawa nafsu kita seperti untuk gaya-gayaan, pamer, foya-foya, atau malah menyakiti orang lain. Secara sederhana, berdoa dengan didasarkan hati yang bersih adalah datang dengan hati yang penuh kasih, penuh pengampunan, penuh pertobatan dan membawa permintaan yang tulus kepada Tuhan dengan didasarkan kepada sesuatu yang baik. Ketika kita datang menghadap tahta kudusNya dengan kondisi seperti itu, maka kita bisa percaya bahwa doa-doa dan puji-pujian yang kita bawa kehadapanNya akan didengar oleh Tuhan dan menggerakkan Tuhan untuk bertindak.

Pastikan hati anda bersih sebelum mulai berdoa

Tuesday, June 15, 2010

Kepada Siapa Kita Bersandar?

Ayat bacaan: 2 Tawarikh 16:8-9
========================
"Pada waktu itu datanglah Hanani, pelihat itu, kepada Asa, raja Yehuda, katanya kepadanya: "Karena engkau bersandar kepada raja Aram dan tidak bersandar kepada TUHAN Allahmu, oleh karena itu terluputlah tentara raja Aram dari tanganmu."

bersandar, mengandalkan TuhanMemulai itu satu hal, mempertahankan, itu hal lain. Itu yang selalu saya sampaikan kepada setiap siswa saya di setiap angkatan. Tidak mudah untuk memulai sesuatu, lebih sulit lagi untuk mempertahankan. Ada banyak orang yang sudah memulai dengan sukses, tetapi kemudian terjatuh dan gagal untuk mencapai akhir. Alkitab berisikan banyak contoh yang seperti ini. Mengawali dengan baik, sayangnya menutup akhir kisahnya dengan tragis. Kita tahu salah satunya adalah Saul. Daud pernah terpeleset tapi untunglah ia tidak berlama-lama sesat dan segera kembali, meskipun ada serangkaian konsekuensi yang harus ia terima akibat kesalahannya. Hari ini mari kita lihat satu tokoh yang pernah mengalami nasib seperti Saul, memulai dengan manis tapi kemudian jatuh karena kebodohannya sendiri mengambil keputusan yang salah, yaitu seorang raja Yehuda bernama Asa.

Raja Asa memulai karirnya dengan manis. Sebagai salah satu garis keturunan Daud, pada mulanya dikatakan "Asa melakukan apa yang benar di mata TUHAN seperti Daud, bapa leluhurnya." (1 Raja Raja 15:11). Lihatlah bagaimana ia memulai jabatannya sebagai raja. "Ia menyingkirkan pelacuran bakti dari negeri itu dan menjauhkan segala berhala yang dibuat oleh nenek moyangnya. Bahkan ia memecat Maakha, neneknya, dari pangkat ibu suri, karena neneknya itu membuat patung Asyera yang keji. Asa merobohkan patung yang keji itu dan membakarnya di lembah Kidron." (ay 12-13). Hal itu tentu benar di mata Tuhan. Namun masalah muncul ketika ia mulai menghadapi masalah akibat menghadapi tekanan dari raja Israel, Baesa. Peperangan ini membuat dirinya merasa terdesak dan takut. Dan disinilah kesalahan terbesar Asa. Ia tidak mengandalkan Tuhan untuk mengatasi rasa takutnya menghadapi peperangan dengan raja Baesa, tetapi malah memilih untuk meminta pertolongan dan menyandarkan dirinya kepada raja Aram. Ia lebih percaya kepada raja Aram ketimbang meminta pertolongan Tuhan. Ia bahkan berani mengambil apa yang menjadi perbendaharaan rumah Tuhan untuk diberikan sebagai upeti buat raja Aram. "Lalu Asa mengeluarkan emas dan perak dari perbendaharaan rumah TUHAN dan dari perbendaharaan rumah raja dan mengirimnya kepada Benhadad, raja Aram yang diam di Damsyik.." (2 Tawarikh 16:2). Ini jelas kesalahan besar di mata Tuhan. Seorang pelihat bernama Hanani pun datang menegurnya. "Pada waktu itu datanglah Hanani, pelihat itu, kepada Asa, raja Yehuda, katanya kepadanya: "Karena engkau bersandar kepada raja Aram dan tidak bersandar kepada TUHAN Allahmu, oleh karena itu terluputlah tentara raja Aram dari tanganmu." (ay 7). Karena keputusan Asa yang salah, kesempatannya untuk menang pun luput dari dirinya. "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia. Dalam hal ini engkau telah berlaku bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang ini engkau akan mengalami peperangan." (ay 9). Asa sudah terlanjur sesat, dan ia malah semakin sesat. Ada peluang baginya untuk bertobat dan kembali ke jalur yang benar ketika ditegur Hanani, tapi sayangnya ia tidak mempergunakannya. Yang terjadi malah seperti ini: "Maka sakit hatilah Asa karena perkataan pelihat itu, sehingga ia memasukkannya ke dalam penjara, sebab memang ia sangat marah terhadap dia karena perkara itu. Pada waktu itu Asa menganiaya juga beberapa orang dari rakyat." (ay 10). Bahkan ketika menderita sakit yang parah pun ia tidak juga bertobat, malah semakin jauh meninggalkan Tuhan. "Pada tahun ketiga puluh sembilan pemerintahannya Asa menderita sakit pada kakinya yang kemudian menjadi semakin parah. Namun dalam kesakitannya itu ia tidak mencari pertolongan TUHAN, tetapi pertolongan tabib-tabib." (ay 12). Itulah akhir dari riwayat raja Asa, yang memulai segala sesuatu dengan manis, tapi menutup akhir kisahnya dengan kebodohan yang tragis.

Ketika kita mengalami masalah dalam hidup, siapa yang kita andalkan? Mungkin kita bisa geleng-geleng kepala dan sedih melihat raja Asa dan keputusannya, tetapi tidakkah kita sering tergiur dengan hal-hal yang sama? Ada banyak manusia yang mencoba menyelesaikan masalah lewat hal-hal duniawi, mengandalkan manusia atau bahkan menjalin perjanjian dengan iblis. Itu bukanlah menyelesaikan masalah, tetapi malah memperbesar masalah. Jika tidak hati-hati, eskalasi masalah pada suatu saat akan sangat sulit untuk dikendalikan, dan kita pun akan terjatuh dalam jurang kebinasaan selamanya. Raja Asa mengalami hal seperti itu. Ia terus semakin jauh dalam kesesatan, dan kemudian sudah terlanjur begitu jauh, sehingga sudah sulit baginya untuk kembali ke jalan Tuhan. Ada banyak orang yang terjebak dalam tawaran-tawaran ke dukun, peramal, paranormal dan bentuk okultisme lainnya ketika berhadapan dengan masalah. Dan itu merupakan kekejian di mata Tuhan. Firman Tuhan jelas berkata "Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Dalam kesempatan lain kita bisa baca dalam Yesaya: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1). Dan dalam kitab Hosea kemarahan Allah pun bisa kita lihat: "Kamu telah membajak kefasikan, telah menuai kecurangan, telah memakan buah kebohongan. Oleh karena engkau telah mengandalkan diri pada keretamu, pada banyaknya pahlawan-pahlawanmu, maka keriuhan perang akan timbul di antara bangsamu, dan segala kubumu akan dihancurkan seperti Salman menghancurkan Bet-Arbel pada hari pertempuran: ibu beserta anak-anak diremukkan." (Hosea 10:13-14). Lihatlah bahwa Tuhan sudah mengingatkan kita berkali-kali untuk tidak mengandalkan manusia atau kekuatan kita sendiri dalam menghadapi masalah, tetapi bergantung kepada Tuhan.

Tentu bukan berarti bahwa kita hanya diam saja ketika menghadapi problema, tetapi pastikanlah bahwa semua yang kita putuskan tidak ada yang salah di mata Tuhan. Pastikan kita sejalan dengan pandangan Tuhan. Ambillah keputusan yang telah dibawa dalam doa terlebih dahulu, dan dengarkan baik-baik apa yang dikatakan Tuhan. Lakukan sesuai dengan itu, dan peganglah Tuhan dengan keyakinan dan kepercayaan yang teguh. Bagaimana kita bisa yakin akan hal itu? Mari kita lihat kembali apa yang dikatakan Hanani kepada Asa: "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.." (2 Tawarikh 16:9). Pemazmur pun mengatakan hal yang sama: "Allah memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia, untuk melihat apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah." (Mazmur 53:3). Kepada orang-orang yang termasuk dalam kategori bersungguh hati terhadap Tuhan, berakal budi dan terus mencariNya, bukankah Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu yang ajaib, bahkan diluar hal yang mampu diterima oleh logika kita sekalipun? Janji Tuhan jelas: "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7).

Awali dengan manis, akhiri pula dengan manis. Berhati-hatilah dalam melangkah di sepanjang kehidupan kita agar kita tidak terperosok ke dalam kebodohan yang sama seperti yang dilakukan raja Asa. Masalah apa yang anda alami hari ini? Apakah itu sakit penyakit, krisis keuangan, masalah berat dalam keluarga, studi, karir/pekerjaan, jodoh atau lainnya? Jangan mengandalkan kekuatan manusia, jangan terjatuh ke dalam jebakan okultisme dan tawaran-tawaran menggiurkan lainnya di dunia, tetapi andalkanlah Tuhan. Tetap taruh harapan sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan, dengarkan apa kataNya dan lakukanlah sesuai dengan apa yang Dia katakan. Bersabarlah dan pegang teguh janjiNya, karena akan ada saat dimana Tuhan menurunkan pertolonganNya.

Andalkanlah Tuhan senantiasa dalam kehidupan kita