Monday, October 26, 2009

Dicari Cowok Setia!

Ayat bacaan: Amsal 20:6
===================
"Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?"

kesetiaan"Dicari, cowok setia". Demikian status salah seorang teman di sebuah situs jejaring. Sebegitu sulitnyakah mencari cowok setia? Dari komentar-komentar yang ada ternyata ia baru saja putus karena pasangannya ketahuan selingkuh. Jika kita melihat perkembangan di jaman modern ini masalah kesetiaan memang menjadi barang yang semakin langka. Ketidaksetiaan semakin lama semakin dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Lewat berbagai lagu, film dan kejadian sehari-hari kita terus menemukan berbagai bentuk ketidaksetiaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan lumrah. Tidak heran maka semakin lama semakin sulit saja menemukan sosok manusia yang bisa setia, baik dalam hubungan, pekerjaan dan sebagainya, termasuk tentunya pada Tuhan. Ada banyak alasan yang bisa dijadikan dasar untuk melegalkan ketidaksetiaan itu. Membesar-besarkan kekurangan pasangan, mencari-cari kejelekan misalnya, sampai kepada menyalahkan pihak ketiga. "Bukan saya yang mulai, tapi dia yang menggoda duluan.." itu contoh alasan klasik yang menyalahkan pihak ketiga, padahal setiap manusia punya pilihan apakah mau untuk tetap setia atau menyambut godaan itu.

Mencari orang baik mungkin mudah, tapi mencari orang yang setia sama sulitnya dengan mencari jarum ditumpukan jerami. Jika ini kita alami hari-hari ini, hal yang sama sebenarnya sudah terjadi sejak dahulu kala. Salomo menuliskan hal ini dalam salah satu Amsalnya. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Mengaku teman itu mudah, namun menjadi sahabat yang setia baik dalam suka maupun duka susahnya minta ampun. Dari masa ke masa kita akan terus berhadapan dengan masalah ini, bahkan diantara kita sendiri pun mungkin sulit untuk setia. Padahal masalah kesetiaan ini merupakan salah satu kualitas utama yang diharapkan ada dalam diri orang percaya. Lihatlah apa pesan Paulus kepada Timotius. "...kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Sementara Salomo mengingatkan "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong." (Amsal 19:22).

Kepada Tuhan pun manusia seringkali sulit untuk setia. Sementara Tuhan memberikan kasih setiaNya yang begitu besar, untuk setia sedikit saja kita susah. Alasannya bisa bermacam-macam. Mulai dari merasa permintaan tidak didengarkan Tuhan, tidak kunjung lepas dari kesulitan, uang, jabatan bahkan jodoh. Tidak jarang kita melihat orang yang rela menyangkal imannya demi kekasih. Tuhan begitu mengasihi kita. Bahkan anakNya yang tunggal pun Dia berikan agar kita semua selamat. Kurang apa lagi? Kehadiran Yesus di dunia ini untuk menggenapkan kehendak Bapa pun sudah menunjukkan sesuatu yang seharusnya bisa kita teladani. Yesus membuktikan kesetiaanNya menanggung segala beban dosa kita sampai mati. Tanpa itu semua mustahil kita bisa menikmati hadirat Tuhan hari ini dan mendapat janji keselamatan setelah episode kehidupan di dunia ini. Kita mengaku sebagai anak Tuhan, tapi kita tidak kunjung bisa meneladaniNya. Disamping itu sering pula kita terus meminta perkara besar dalam doa-doa kita, sementara perkara kecil saja kita tidak bisa menunjukkan kesetiaan dan tanggung jawab. Apa yang dijanjikan Tuhan kepada orang setia sesungguhnya jauh lebih besar daripada berkat dalam kehidupan dunia yang sementara ini. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10c). Ada mahkota kehidupan yang siap dikaruniakan kepada semua orang yang mau taat dan setia sampai mati.

Dalam perumpamaan tentang talenta kita sudah melihat bagaimana Tuhan memandang kesetiaan. Ketika kita diberi perkara kecil, kita harus sanggup mempertanggungjawabkan itu dan melakukannya dengan baik. Lihat apa kata Tuhan kepada hamba yang mampu setia kepada perkara kecil yang dipercayakan Tuhan. "Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:21,23). Bagaimana reaksi Tuhan kepada orang yang tidak setia? Haruskah Tuhan mempercayakan sesuatu yang lebih besar kepada orang yang tidak sanggup bertanggungjawab dalam perkara kecil? Tentu tidak. "campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."(ay 30). Itu menjadi bagian dari orang yang tidak setia. Maka benarlah nasihat yang diberikan Lukas. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10).

Mulailah setia dari perkara-perkara kecil. Ketika ada sesuatu yang dipercayakan Tuhan kepada kita, lakukanlah dengan benar dan dengan setia. Bersyukurlah senantiasa, meski apa yang ada saat ini mungkin kecil dibandingkan jerih payah kita, tapi ingatlah bahwa Tuhan pasti menghargai kesungguhan, kejujuran dan kesetiaan anda. Pada saatnya nanti, Dia akan mempercayakan sesuatu yang lebih besar. Menjadi baik saja tidak cukup, kita harus mampu pula meningkatkan kapasitas diri kita untuk menjadi pribadi yang setia, yang bisa dipercaya. Untuk menerima janji dan berkat Tuhan dibutuhkan usaha serius dan perjuangan kita untuk terus setia. Dan semua itu berawal dari hal yang kecil. Tuhan akan melihat sejauh mana kita bisa dipercaya untuk sesuatu yang lebih besar lagi. Tidaklah sulit bagi Tuhan untuk memberkati kita, tapi kita dituntut untuk membuktikan dulu sejauh mana kita mampu setia kepadaNya. Disamping itu, saya pun percaya bahwa lewat hal-hal yang kecilpun Tuhan mampu memberkati kita secara luar biasa. Apapun yang ada pada kita saat ini, bersyukurlah untuk itu, dan lakukan sebaik-baiknya dengan kesetiaan dan kejujuran. Tuhan mampu memberkati itu menjadi luar biasa, dan mempercayakan kita untuk hal-hal yang lebih besar lagi pada waktunya.

Setia dalam perkara kecil adalah awal dari hadirnya perkara besar

No comments:

Post a Comment