Thursday, March 25, 2010

Jiwa Tertekan

Ayat bacaan: Mazmur 42:6
========================
"Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!"

jiwa tertekan, gelisahSudah sebulan terakhir ini tekanan demi tekanan terus menerpa keluarga saya. Rasanya seperti masuk ke dalam sebuah chapter baru yang sungguh berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Ketika itu masalah juga ada, tapi tidak seberat apa yang sedang kami alami sekarang. Ada kalanya saya merenung dan merasa bahwa secapai apapun saya bekerja, sepertinya semua sia-sia saja. Masalah yang satu belum selesai, masalah yang lain sudah muncul. Bertubi-tubi, bertumpuk-tumpuk dan tidak ada habisnya. Disaat seperti ini, jiwa akan terasa begitu tertekan oleh beban berat. Dan saya tahu, jika tidak hati-hati, orang bisa kehilangan pengharapan ketika terus menerus berada dalam tekanan berat. Ambil contoh sebuah plastik yang dimasuki benda-benda berat melebihi kekuatannya, maka plastik itu akan robek pada suatu ketika.

Paulus mengatakan "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Ini penghiburan besar bagi kita yang sedang menghadapi masalah menumpuk. Ada tiga kunci disini: Pencobaan seberat apapun itu adalah biasa, tidak akan melebihi kemampuan kita, dan di sisi lain Allah yang setia akan tetap membuka jalan bagi kita untuk bertahan. Ada kalanya kita melemah karena tangan Tuhan seperti tidak kunjung terulur untuk melepaskan kita. Kita sudah berdoa terus menerus, tapi pertolongan tidak juga datang. Saya menuliskan renungan ini ketika masih menghadapi berbagai problema yang menumpuk, saya sedang merasa lelah karena fisik, pikiran dan mental serta jiwa saya terkuras habis, tapi saya masih bertahan dengan mengandalkan roh yang harus terus bersyukur kepada Tuhan dalam setiap keadaan. Biarpun pertolongan belum terlihat saat ini, saya percaya pada saatnya Tuhan akan mengangkat kami sekeluarga keluar dari semua ini, karena saya tahu Allah itu setia, kasihNya berlaku sepanjang masa.

Banyak tokoh dalam Alkitab mengalami masalah seperti ini, mulai dari yang tidak terlalu berat sampai yang sangat parah. Lihatlah Elia yang pernah begitu tertekan jiwanya:"Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: "Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku." (1 Raja-Raja 19:4)" Atau lihat apa yang menimpa Ayub, Yusuf, Musa, Abraham dan sebagainya, bahkan Yesus sekalipun. Semua tokoh-tokoh dalam Alkitab pernah mengalami masa-masa berat. Apakah mereka kemudian berhasil atau tidak, semua tergantung dari ketahanan iman mereka, bagaimana mereka mampu mengandalkan iman yang terus percaya dan bersyukur, tetap berpegang teguh kepada pengharapan tidak peduli apa yang sedang menimpa mereka. Jiwa boleh tertekan, tapi yang penting adalah bagaimana kita menyikapinya. Apakah kita menyerah atau terus bertahan, bersabar dan bertekun terus dalam Tuhan, itu akan memberikan perbedaan nyata. Masalah akan terus hadir, tapi cara kita menghadapinya akan memberikan perbedaan.

Pemazmur pun sempat merasakan hal ini. "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (Mazmur 42:6). Hal ini bahkan dikatakan berulang-ulang, seperti dalam Mazmur 42:12 dan 43:5, yang menunjukkan bahwa jiwa si penulis sedang begitu tertekan dan gelisah di dalam dirinya. Begitu berat sehingga kerinduan Pemazmur akan pertolongan Tuhan dikatakan bagai rusa kehausan yang merindukan sungai yang berair. (Mazmur 42:2). Air mata menjadi makanan siang dan malam (ay 4), jiwa gundah gulana (ay 5), hanyut dalam arus kesedihan bagai dilanda banjir kekacauan seperti deru air di sungai Yordan (ay 7-8). Tapi lihatlah bahwa di tengah tekanan berat dalam jiwa seperti itu, Pemazmur masih bisa berpikir positif. Ia memfokuskan diri kepada Tuhan semata, dan bukan kepada tekanan-tekanan berat itu. "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?" Ya, mengapa harus tertekan? "Berharaplah kepada Allah!" itu seruan Pemazmur yang terus mengingatkan jiwanya, mengendalikan jiwanya agar tidak padam dan menyerah. "Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" Ini sikap yang harus kita lakukan. Kita harus mampu mengendalikan jiwa kita, terutama dalam kondisi tertekan dan gelisah agar tidak melupakan Tuhan. Tetap bersyukur dan terus berpegang kepada Tuhan Sang Penolong yang pasti akan mengulurkan tanganNya pada suatu ketika. Akan sangat berbahaya jika kita membiarkan jiwa kita tidak terkendali, oleh sebab itu kita harus mampu menjaga jiwa kita untuk tetap ingat kebaikan Tuhan, kesetiaan dan kasihNya kepada kita. Dia akan memberikan jalan keluar, sehingga kita dapat menanggungnya.

Jiwa kita yang lemah ini akan mudah tertekan dan gelisah kapan saja. Berbagai kekhawatiran akan bisa melemahkannya dengan segera. Oleh karena itu adalah sangat penting bagi kita untuk terus mengendalikan jiwa kita agar tidak keburu hancur ditimpa beban terus menerus. Cara mengendalikannya bisa kita lihat dalam surat Roma. "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12). Ya, tetap bersukacita dalam pengharapan, terus bersabar meski dalam kesesakan, dan jangan pernah berhenti berdoa. Itulah kunci yang akan mampu terus menyejukkan hati kita selagi masalah belum meninggalkan kita. Ketika saya menulis renungan ini, masalah belum berlalu, tapi saya tidak mau kehilangan harapan. Saya harus terus bersyukur, terus berpegang pada pengharapan, terus bersabar dan terus berdoa. Jika di saat-saat tenang kita harus bersyukur, di saat tekanan sedang berat-beratnya menimpa, kita justru harus lebih banyak lagi bersyukur. Dan percayalah pada saatnya nanti, Tuhan akan datang mengangkat kita keluar dari beban-beban seberat apapun. Mengapa harus tertekan, wahai jiwaku? Ada Allah yang begitu mengasihimu. Berharaplah kepadaNya!

Berharaplah terus kepada Tuhan dalam keadaan seperti apapun

No comments:

Post a Comment