Sunday, January 31, 2010

Tempat Perhentian

Ayat bacaan: Ibrani 4:1
=================
"Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku."

tempat perhentianBagi orang yang sibuk, kata perhentian akan sangat indah terdengar. Bayangkan setelah bekerja keras dalam jangka waktu tertentu, dimana kita tidak mendapat waktu yang cukup untuk beristirahat, kita kemudian ditawarkan waktu dimana kita bisa dengan tenang menikmati istirahat dengan nyaman, tanpa gangguan, tanpa harus memikirkan pekerjaan, tanpa harus lelah. Bayangkan jika anda ditawarkan untuk berlibur ke sebuah resor yang indah di tepi pantai, pohon nyiur melambai dan anda bisa berenang atau berlayar di laut yang jernih dan tenang, melihat ikan-ikan berenang bebas tepat di bawah anda. Semua orang ingin itu bukan? Bagi saya yang sudah seminggu ini kecapaian akibat menumpuknya pekerjaan, mendengar kata perhentian ini terasa begitu nikmat. Kita harus bekerja untuk hidup. Dan pekerjaan itu seringkali tidak mudah. Ada banyak persoalan, ada banyak tugas yang harus diselesaikan, ada banyak tanggungjawab dan sebagainya, yang biasanya punya batas waktu tertentu. Tidak jarang kita stres memikirkan pekerjaan, sehingga tidak saja tubuh yang lelah, tapi pikiran pun sama lelahnya. Berat? Memang, tapi itu harus kita lakukan agar mampu menghidupi diri sendiri dan keluarga. Kalau mau sukses kita memang harus rela bersusah-payah. Itu sudah menjadi kewajiban yang harus dilewati semua orang. Mungkin ada yang hidup tenang, tidak harus bekerja karena mendapat subsidi lebih dari cukup dari orang tua,tapi bukankah mereka pun harus bekerja keras untuk membuat anak-anaknya nyaman? Bagi pekerja keras, kata perhentian, istirahat, alias waktu yang diberikan kepada kita untuk bebas dari tekanan dan beban hidup tentu sangat berarti.

Jika kita bekerja keras untuk mencari nafkah, dan setelahnya kita akan sangat menikmati liburan yang penuh kenyamanan, dalam menjalani hidup pun demikian. Hidup ini sungguh tidak mudah. Selalu ada masalah yang muncul silih berganti, ada kesedihan, duka lara dan penderitaan yang terkadang hadir dalam hidup kita. Hidup memang melelahkan. Di saat yang sama kita seringkali harus menghadapi beberapa persoalan sekaligus dalam berbagai aspek kehidupan kita. Tapi seperti halnya liburan yang menyenangkan, kepada kita pun disediakan Tuhan sebuah tempat sebagai perhentian kita. Sebuah tempat dimana kita tidak lagi harus setengah mati bekerja, tidak lagi harus mengalami penderitaan hidup. Tempat dimana tidak ada lagi ratap tangis dan sakit. Ini sebuah tempat yang luar biasa nyaman, lebih dari tempat liburan terindah manapun yang pernah anda datangi di dunia ini. Alkitab menggambarkannya demikian: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:3-4). A place where all the problems and sadness have dissapeared. Wow, what a place! Dan itu bukan hanya impian, tapi tempat seperti itulah yang disediakan Tuhan kepada kita. Semua orang bisa masuk kesana. Tuhan memang menyediakan tempat perhentian, sebuah hari dimana semua penderitaan dan kesulitan hidup akhirnya lenyap. Tapi perhatikan, tidak semuanya akan berhasil mencapai tempat perhentian itu dan masuk di dalamnya.

Kitab Ibrani menjelaskan panjang lebar mengenai tempat perhentian ini dan bagaimana agar kita tidak ketinggalan untuk mendapat bagian di dalamnya. Disana dikatakan "Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku." (Ibrani 4:1). Perhentian itu masih berlaku dan tetap akan berlaku bagi orang percaya. Apa yang harus kita lakukan adalah terus waspada, terus menjalani hidup dengan ketaatan yang sungguh-sungguh agar kita tidak sampai ketinggalan kereta untuk mencapai tempat yang penuh sukacita dan damai sejahtera itu. Kitab Ibrani mengingatkan kita agar jangan sampai melakukan kesalahan fatal seperti halnya bangsa Israel yang gagal mencapai tempat perhentian mereka, sebuah tanah terjanji yang berlimpah susu dan madunya. Bacalah Ibrani 3:7-19 untuk mendapatkan gambaran jelas. 40 tahun lamanya mereka ditempa dalam perjalanan memasuki sebuah tempat perhentian yang indah, namun mereka tidak mampu memanfaatkan kesempatan yang ada. Mereka terus saja menyakiti hati Tuhan, melakukan berbagai kesalahan dan pada akhirnya mereka pun luput dari tempat itu. "..nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya. Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalan-Ku, sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku." (ay 9-11). Belajarlah dari kegagalan bangsa Israel pada jaman itu agar kita tidak ikut-ikutan terperosok dan kehilangan kesempatan untuk masuk ke tempat perhentian yang sudah disediakan Tuhan itu. Janji itu tetap sama berlaku, "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (ay 14).

Apa yang dapat membuat kita gagal mendapatkannya? "Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup." (ay 12). Murtad dari Tuhan, memiliki hati yang jahat dan tidak percaya. Itu hal yang akan merintangi kita dan mengarahkan kita ke sudut yang salah, dimana masalah tidak saja terus berlangsung, malah intensitasnya semakin mengerikan. Dalam ayat 14 yang sudah saya kutip di atas kita melihat pula bahwa kita harus terus berpegang teguh kepada iman kita. Memulainya sudah baik, jangan sampai kita terjatuh di tengah jalan. Adalah penting bagi kita untuk terus berpegang kepada iman. Iman yang kuat, iman yang teguh, iman yang percaya penuh, iman yang penuh pengharapan, iman yang mampu melemparkan gunung ke laut. Secara jelas Penulis Ibrani mengatakan kategori orang yang akan tidak akan diikutsertakan untuk masuk ke dalam tempat perhentianNya. "Dan siapakah yang telah Ia sumpahi, bahwa mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Nya? Bukankah mereka yang tidak taat? Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka." (ay 18-19).

Bagi semua orang tempat ini disediakan. Kepada semua orang pula telah diberitakan kabar gembira seperti halnya kepada kita. Tapi bagi sebagian orang berita itu dibiarkan berlalu sia-sia, sehingga bagi mereka kesempatan untuk beroleh tempat itu akan berlalu di depan mata. "Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya." (Ibrani 14:2). Dikalangan orang percaya sekalipun, jika hidup tidak dengan iman yang taat dan percaya, mereka tidak akan bisa mencapainya. (ay 6). Bagaimana cara kita hidup saat ini akan sangat menentukan kemana kita akan masuk seterusnya. Apakah ke tempat perhentian yang penuh damai sukacita tanpa ratap tangis penderitaan, sakit penyakit dan sebagainya, atau ke tempat dimana penderitaan akan milyaran kali lipat lebih parah. Oleh karena itu Penulis Ibrani mengingatkan: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (ay 7)

Tempat perhentian telah disediakan bagi kita. Tapi hanya orang-orang yang memiliki iman teguh hingga akhirlah yang bisa mendapatkannya. Jika hidup ini diibaratkan sebagai perlombaan, mari kita semua berlomba dengan baik untuk mencapai garis akhir sebagai pemenang (Ibrani 12:1). Anda rindu tempat peristirahatan seperti resor yang penuh nyiur melambai, angin sepoi-sepoi, langit biru berawan dan lautan yang jernih seperti kaca? Apa yang disediakan Tuhan jauh lebih indah dari itu, bahkan kekal sifatnya. Hiduplah dengan iman dan ketaatan penuh hingga akhir, agar tempat perhentian itu bisa menjadi milik anda.

Tuhan menyediakan tempat perhentian yang penuh sukacita kepada orang percaya yang beriman hingga akhir

Saturday, January 30, 2010

Mengenal Potensi Diri

Ayat bacaan: Amsal 14:8
======================
"Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik, tetapi orang bebal ditipu oleh kebodohannya."

mengenal potensi diriSelama beberapa tahun mengajar, saya menemukan fakta bahwa ada banyak orang yang belum mengetahui seberapa besar potensi mereka sebenarnya. Ada banyak diantara siswa-siswi saya yang tidak mengetahui dimana letak kekuatan mereka, apa yang mereka miliki yang sebenarnya akan sangat berguna jika diasah. Maka salah satu kebiasaan saya adalah mencoba mengenali mereka lebih dalam dan menggali potensi mereka. Disamping itu mereka pun biasanya membutuhkan dorongan moril. Saya selalu memotivasi mereka dalam setiap pertemuan, karena itu merupakan salah satu masalah terbesar untuk sukses. Jika ditanya mereka ingin jadi apa, biasanya mereka kesulitan untuk menjawab. Padahal peluang sebenarnya ada banyak, bahkan di depan mata sekalipun. Tapi seringkali kita membuang-buang kesempatan itu tanpa sadar. Sebuah penelitian menyatakan bahwa rata-rata peluang yang hadir setiap harinya berjumlah 4000. Tapi bisa jadi kita tidak melihatnya, atau kita sering terlalu fokus kepada hambatan ketimbang peluang itu sendiri. Kita merasa tidak sanggup, pekerjaan itu terlalu besar, tidak berani untuk memulai, terlalu tinggi untuk dicapai dan sebagainya. Kita terlalu sering menilai diri kita terlalu kecil. Padahal kesuksesan bisa jadi ada di depan mata. Tapi kita melewatkannya lagi dan lagi, sehingga kesempatan selalu berlalu sia-sia di depan mata. Hidup akhirnya hanya berisi keluhan. Kita hanya melihat bahwa antara jumlah pelamar kerja dan lowongan pekerjaan tidaklah sebanding, dan kita menjadikan itu sebagai alasan untuk tidak juga mulai melakukan sesuatu. Padahal jika penelitian di atas berkata ada 4000 peluang secara rata-rata per hari, masa satupun tidak ada yang bisa kita lakukan?

Tidak mengenali potensi diri sendiri, merasa kecil dan tidak mampu, itu masalah terbesar bagi banyak orang. Padahal Tuhan menciptakan kita begitu lengkap. Bukan saja organ tubuh, bukan saja nafas kehidupan, tapi Tuhan telah mempersiapkan rancanganNya yang terbaik bagi kita, bahkan telah melengkapi kita dengan talenta-talenta tersendiri, dengan keunikan dan kemampuan yang berbeda-beda bagi setiap orang dengan tujuan agar kita bisa saling melengkapi. Ironisnya yang sering terjadi, orang hanya duduk diam dan merasa iri dengan kemampuan orang lain. Padahal jika saja mau melihat potensi diri, pasti ada sesuatu yang bisa diolah dan menghasilkan kesuksesan, karena Tuhan telah membekali setiap kita dengan talenta masing-masing. Mungkin tidak pintar jualan tapi pintar bertukang, mungkin tidak bisa memasak tapi mengerti banyak urusan komputer, tidak pintar berbicara, tapi hebat menyusun strategi, tidak suka politik tapi cekatan bekerja, dan sebagainya. Tidak masalah, karena tidak ada orang yang mampu melakukan segala sesuatu. Karena itulah Tuhan memberikan talenta yang berbeda-beda agar kita semua bisa saling melengkapi dan bisa memuliakan Tuhan di bidang kita masing-masing. Peluang untuk sukses? Tetap ada biar bagaimanapun. Semua orang berpeluang untuk sukses. Saya percaya itu. Yang penting adalah mengetahui kemampuan kita sendiri secara benar, mau mengasahnya agar lebih tajam, dan terus meletakkannya dalam doa agar langkah demi langkah tetap beradadalam rencana Tuhan. Dikuasai ketakutan, kekhawatiran, keraguan dalam mengambil sikap dan sebagainya, termasuk mengukur diri terlalu rendah merupakan hal yang harus kita atasi, agar berkat-berkat Tuhan tidak berlalu sia-sia di depan mata.

"Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik, tetapi orang bebal ditipu oleh kebodohannya." (Amsal 14:8). Demikian firman Tuhan berkata. Orang cerdik yang penuh hikmat akan mampu mengetahui kemampuannya sendiri, tapi sebaliknya orang yang bebal akan terus dikuasai oleh keraguan, kekhawatiran dan ketidakberanian mereka untuk melangkah dan akibatnya tidak kunjung maju. Dalam perumpamaan talenta di Matius 25:14-30 kita bisa melihat bahwa Tuhan telah membekali kita dengan talenta tersendiri. Jumlahnya bisa jadi berbeda, namun yang terkecil sekalipun, satu talenta, itu sudah merupakan pemberian yang besar dari Tuhan. Dalam alkitab satu talenta digambarkan setara dengan 1000 uang emas. Itupun sudah besar bukan? Pemberian Tuhan ini harus mampu kita asah dan olah hingga bisa menghasilkan. Itulah yang Tuhan kehendaki, bukan sebaliknya hanya ditimbun dan malah bersungut-sungut seperti hamba yang diberi satu talenta dalam perumpamaan ini. "Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!" (ay 24-25). Inilah gambaran orang yang tidak menghargai pemberian Tuhan, tidak hanya menolak tapi malah menuduh dan bersungut-sungut, diliputi ketakutan akan kegagalan dan memilih untuk diam saja tanpa berbuat apa-apa. Talenta yang kecil sekalipun jika diolah akan berbuah, dan Tuhan siap memberi lebih lagi jika kita sudah mampu bertanggungjawab atas perkara kecil. "Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." (ay 29).

Hari ini berhentilah mengeluh, bersungut-sungut atau menuduh Tuhan tidak juga menurunkan berkatNya. Seringkali yang terjadi adalah kita melewatkan kesempatan berlalu di depan mata, membiarkan berkat Tuhan terbuang sia-sia. Berhentilah bermalas-malasan dan berhentilah terus menerus dikuasai kekhawatiran dan ketakutan. "Si pemalas berkata: "Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan." (Amsal 22:13). Jika kita terus dikuasai keraguan dan kekhawatiran, maka kita pun akan menjadi pribadi-pribadi yang malas, tanpa semangat. Oleh karena itu temukanlah potensi diri sendiri. Seringkali Tuhan tidak langsung memberikan ikan, tapi Dia menyediakan kail. Apakah kita mau menggunakannya atau tidak, itu akan menentukan sejauh mana kesuksesan akan kita raih. Yesus sudah menunjukkan hal ini ketika Dia memberi makan ribuan orang dengan menggandakan lima roti dan dua ikan. Tuhan Yesus berkata: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" (Markus 6:38). Yesus sanggup langsung menurunkan makanan dari langit, tapi itu tidak Dia lakukan. Yesus lebih memilih untuk melihat apa yang ada pada kita, dan dengan berkatNya semua itu bisa menjadi berlimpah-limpah.. Semua itu sangat berguna untuk mengajarkan kita agar tidak menjadi orang-orang manja dan mau berubah menjadi pribadi yang giat berusaha. Periksalah! Periksa ada berapa roti yang kita miliki, dan Tuhan siap melipatgandakan itu menjadi berkat yang berlimpah.

Hari ini mari kita kenali potensi diri kita yang sebenarnya. Mari kita periksa talenta apa yang Tuhan berikan kepada kita, dan mari kita kembangkan, asah dan olah. Saatnya untuk mempergunakan talenta yang kita miliki untuk sukses, dan memakainya untuk kemuliaan Tuhan. Sesungguhnya semua orang dirancang Tuhan untuk sukses, dan Dia telah menyediakan segala sesuatu yang diperlukan untuk bisa mencapai itu. Jangan biarkan berkat Tuhan berlalu sia-sia, mulailah hari ini untuk menjadi orang cerdik yang penuh hikmat yang mengetahui kemampuan atau potensi diri sendiri.

Tuhan telah memberikan talenta yang cukup kepada setiap orang untuk bisa sukses

Friday, January 29, 2010

Laron dan Terang

Ayat bacaan: Yesaya 60:3
======================
"Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu."

laron, menjadi terangSungguh unik menyaksikan laron yang mengerubungi lampu teras rumah saya dan tetangga malam ini. Saya mengamati betapa mereka bergerombol di lampu-lampu yang menyala, saling berebutan untuk lebih dekat. Mereka tidak peduli walaupun jika mereka bertabrakan, sayapnya bisa patah dan laron itu pun akan jatuh. Meski demikian mereka tidak peduli dan terus berebutan mendekati cahaya. Jika jendela anda terbuka dan di dalam rumah lampu menyala? Siap-siaplah untuk sedikit repot membersihkan laron yang memenuhi rumah anda, terbang kesana kemari di sekitaran lampu. Cara paling mudah untuk mengusirnya adalah dengan mematikan lampu. Begitu ruangan menjadi gelap, laron-laron itu akan segera pergi menuju sumber cahaya yang terdekat. Jika anda melewati jalan tol tengah malam hingga subuh, anda juga sering mendapati begitu banyak laron mengerubungi lampu mobil anda. Tidak hanya laron, tapi ada beberapa jenis serangga lainnya yang selalu tertarik kepada cahaya. Saya tidak tahu mengapa laron tertarik kepada cahaya. Tapi yang saya tahu, ketertarikan mereka sungguh amat besar.

Terang akan selalu mampu mengatasi gelap. Seperti laron, manusia pun selalu butuh terang dalam hidupnya. Tidakkah anda bersyukur Thomas Alva Edison berhasil menemukan lampu pijar menggunakan listrik? Akan sangat sulit untuk bekerja di dalam gelap. Banyak pula orang yang takut berlama-lama dalam kegelapan. Tidak itu saja, nyatanya berada lama dalam kegelapan pun bisa menjatuhkan mental kita, membuat depresi dan hal-hal negatif lainnya. Lihat sebuah kota di Norwegia yang pada waktu-waktu tertentu harus melalui hari-hari tanpa sinar matahari, siang pun sama gelapnya seperti malam. Di sana tingkat depresi dan bunuh diri ternyata sangat tinggi. Padahal tingkat kesejahteraan masyarakatnya secara umum termasuk tinggi, tapi terus menerus berada dalam kegelapan terbukti bisa meruntuhkan kebahagiaan dan membuat orang-orang disana mengalami depresi. Dalam hal apapun kita tampaknya tidak berbeda dengan laron, selalu membutuhkan terang.

Sebagai anak-anak Tuhan, kita selalu diharapkan untuk bisa menjadi terang. Tuhan Yesus berkata "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:14-16). Ini panggilan bagi kita semua yang mendapat terang Kristus untuk mampu menjadi sumber terang di dunia ini. Artinya, lewat tindakan dan perbuatan, tingkah laku dan gaya hidup kita, seharusnya kita mampu menjadi terang yang bisa menarik perhatian orang lain dalam hal-hal yang positif. Terang berbicara mengenai menjadi contoh yang baik, memancarkan cahaya yang mampu membuat orang lain bisa melihat kemuliaan Tuhan. Seharusnya kita bisa menjadi contoh dengan hidup berbeda dengan kebiasaan dunia yang tidak baik. Tapi yang seringkali kita lakukan malah sebaliknya. Ada banyak orang kristen hari ini yang hidup eksklusif, egois, hanya mementingkan diri sendiri dan kelompoknya. Ada pula yang tidak memberikan contoh baik sama sekali. Mengaku kristen, tapi hidup penuh ketakutan, kekhawatiran, selalu terlihat cemas, atau hidup tidak jujur, tipu sana tipu sini dan sebagainya. Ada pula yang bersikap tidak bersahabat dan kasar terhadap bawahan. Atau keluarganya juga penuh pertengkaran dan keributan. Perilaku-perilaku seperti ini tetap menjadi pusat perhatian orang, tapi sayangnya bukan dari segi positif, tapi sebaliknya malah negatif. Bukan menjadi terang, tapi malah menjadi batu sandungan. Bukannya mengenal Kristus, tapi malah menjadi anti-pati. Bukannya memberikan teladan, tapi malah menjadi tertawaan. Meski dunia terlihat semakin gemerlap, tapi sebenarnya di balik itu semua dunia hari ini semakin jauh masuk ke dalam kegelapan. Di saat seperti inilah seharusnya kita bisa berperan menjadi terang di dunia, di sekitar kita, sehingga orang akan bisa menyaksikan bagaimana terang Kristus yang berada di dalam kita sungguh memberikan perbedaan nyata. Dan itu semua akan terlihat jelas dari bagaimana kita hidup bermasyarakat.

Panggilan untuk menjadi terang juga bisa kita peroleh dalam kitab Yesaya. "Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu." (Yesaya 60:1). Meski kota-kota metropolitan semakin terang bendarang, tapi itu hanyalah sesuatu yang tampak di permukaan saja. "Sebab sesungguhnya kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu." (ay 2). Apa yang terjadi kepada kita jika kita menjadi terang? Firman Tuhan mencatat hal-hal luar biasa di balik itu. "Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu. Angkatlah mukamu dan lihatlah ke sekeliling, mereka semua datang berhimpun kepadamu; anak-anakmu laki-laki datang dari jauh, dan anak-anakmu perempuan digendong....Segala kambing domba Kedar akan berhimpun kepadamu, domba-domba jantan Nebayot akan tersedia untuk ibadahmu; semuanya akan dipersembahkan di atas mezbah-Ku sebagai korban yang berkenan kepada-Ku, dan Aku akan menyemarakkan rumah keagungan-Ku." (ay 3,4,7). Bukan saja jiwa-jiwa akan datang untuk mengenal Tuhan lewat kita, tapi Tuhan pun melimpahi berkat-berkat lainnya. "Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyhur TUHAN." (ay 6). Dan ada banyak lagi yang akan dilimpahkan Tuhan kepada anak-anakNya yang mau bangkit dan menjadi terang. Bacalah selengkapnya Yesaya 60:1-22, maka anda akan melihat gambaran keseluruhan yang sungguh sangat jelas.


Menjadi terang merupakan kewajiban kita yang percaya kepadaNya. Meski demikian, Tuhan masih pula melimpahkan begitu banyak berkat jika kita mau menjadi pelaku-pelaku firman yang benar. Seperti laron tadi, demikian pula orang-orang bisa berhimpun datang menuju Kristus jika kita semua mampu menjadi terang seperti yang diharapkan Tuhan. Oleh karenanya kita harus senantiasa menjaga diri kita, segala yang kita perbuat, gaya dan cara hidup kita agar dapat selalu memancarkan terang. Jangan sampai terang kita meredup dan kalah dikuasai kegelapan. "Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi kegelapan." (Lukas 11:35). Hiduplah senantiasa dengan menjaga kekudusan dan ketaatan, berikan keteladanan yang baik, hingga kehidupan kita bisa menjadi kesaksian nyata dimana orang akan bisa melihat bagaimana luar biasanya hidup berjalan bersama Kristus. Bangkitlah, dan menjadi teranglah, agar semua orang bisa melihat kemuliaan Tuhan bersinar terbit bercahaya atasmu.

Jadilah terang yang penuh daya tarik dan mampu menyatakan betapa luar biasanya hidup bersama Kristus

Thursday, January 28, 2010

Keterbatasan Pandangan

Ayat bacaan: Mazmur 26:3
====================
"Sebab mataku tertuju pada kasih setia-Mu, dan aku hidup dalam kebenaran-Mu."

keterbatasan pandanganAda seekor induk ayam yang tengah mengasuh 10 anaknya lalu lalang di depan rumah saya beberapa hari ini. Saya memperhatikan betapa telatennya si ibu melindungi anak-anaknya. Anak-anak ayam itu semuanya bergerombol di dekat ibunya. Setiap ada yang lewat, si ibu akan memasang badannya di depan si anak, dan baru akan menyingkir jika anak-anaknya sudah terlebih dahulu menjauh. Hari ini ketika saya berada di luar rumah, saya mendengar ada suara truk memasuki jalan. Dan dari pandangan saya, di sudut jalan anak-anak ayam ini berada tanpa ibunya! Bagaimana jika truk melindas mereka? Saya pun segera bergerak ingin menghalau anak-anak ayam itu. Tapi ketika saya mendekat, ternyata ibunya ada di belokan bersama mereka. Dari sudut pandangan yang berasal dari rumah,  saya tidak bisa melihat keberadaan induk ayam, tapi ternyata ia tetap ada di sana melindungi anak-anaknya.

Apa yang saya alami hari ini membuka mata saya betapa terbatasnya kemampuan manusia. Mata kita terbatas dalam memandang, dan tidak mampu menembus benda-benda yang menghalangi mata kita. Jarak pandang mata kita terbatas. Mata manusia tidak tembus pandang, sehingga jika terhalang sesuatu maka kita pun tidak akan bisa melihatnya. Itu baru dari sisi mata, dari sisi lain pun sama. Sehebat apapun kita, pada suatu ketika kita akan sadar bahwa kita memang terbatas. Seringkali dalam himpitan persoalan kita merasa bahwa kita menghadapinya sendirian. Kita merasa Tuhan mungkin telah meninggalkan kita, atau terlalu sibuk mengurusi orang lain di dunia ini yang jumlahnya milyaran. Atau mungkin kita merasa bahwa Tuhan sudah bosan kepada kita dan memilih untuk membiarkan kita menghadapi masalah sendirian. Atau kita mungkin merasa Tuhan terlalu lama atau terlambat bergerak untuk menolong kita. Bukankah semua ini sering kita rasakan ketika kita merasa tertekan? Ini masalah manusia secara umum, karena sejak dulu, banyak tokoh alkitab yang sempat mengalami hal ini. Daud pernah berkata: "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2). Ayub pernah bersikap sinis kepada Tuhan dan merasa diperlakukan tidak adil.   Dan ada banyak lagi contoh yang bisa kita dapat dalam alkitab mengenai perasaan ditinggalkan Tuhan ini. Kita bisa melihat bukan saja kemampuan kita terbatas, tapi daya tahan kita ketika dihimpit masalah pun sama saja. Apa yang ingin saya katakan adalah seperti ini: Jika kita mengandalkan pandangan kita yang terbatas ini hanya untuk fokus melihat masalah saja, dalam waktu singkat kita akan patah semangat, kehilangan harapan dan akhirnya menyerah. Sebaliknya jika kita menyadari betapa terbatasnya kemampuan pandangan kita, maka kita seharusnya mengarahkan mata ke arah sumber yang tidak terbatas.

Ketika masalah begitu berat menimpa kita, ada saat-saat dimana kita limbung, goyah atau merasa khawatir. Itu wajar, rasanya semua manusia pasti pernah mengalami hal ini. Tapi kita harus menjaga diri kita agar tidak terlalu lama dikuasai perasaan khawatir itu. Berhentilah segera untuk memandang hanya kepada masalah saja, karena seringkali yang kita dapatkan malah kecemasan dan ketakutan yang meningkat dan tidak membawa solusi apapun. Pandangan kita yang terbatas ini tidak lagi bisa diandalkan ketika beratnya masalah sudah mencapai titik tertentu. Saatnya untuk mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan yang tidak terbatas. Meski Daud sempat goyah dan merasa seolah-olah Tuhan melupakannya, menganggap Tuhan menyembunyikan wajahNya dari Daud, namun Daud tidak mau berlama-lama merasakan itu. Ia tahu kemana ia harus mengarahkan pandangannya. Lihat apa kata Daud segera setelah mengungkapkan kekhawatirannya. "Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku." (Mazmur 13:6a-6b). Bagaimana ini mungkin terjadi, padahal baru saja ia berkeluh kesah merasa ditinggalkan Tuhan? Itu bisa terjadi karena Daud mengarahkan pandangannya ke arah yang benar. Bukan ke arah masalah, tapi ke arah Tuhan. "Sebab mataku tertuju pada kasih setia-Mu, dan aku hidup dalam kebenaran-Mu." (26:3).

Sesungguhnya Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Dia tidak pernah merasa bosan atau tidak punya waktu untuk kita.  God is not far from each one of us. Tuhan tidak pernah jauh dari kita masing-masing. (Kisah Para Rasul 17:27). Ada banyak gambaran indah tentang penyertaan Tuhan yang dicatat dalam Alkitab. Seperti rajawali: "Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia." (Ulangan 32:11-12). Sebagai gembala yang baik penuh kasih sayang, Dia akan segera "pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan." (Lukas 15:4-6). Jika burung pipit yang sangat murah harganya saja tidak luput dari perhatianNya, mengapa kita tidak? "..Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Lukas 12:7). Ketika masalah menimpa kita, ada saat dimana kita merasa sebatang kara menghadapi semuanya. Mungkin kita merasa sepertinya Tuhan membiarkan kita sendirian, tapi itu semua bisa hadir karena penglihatan kita terbatas. Karenanya arahkanlah pandangan kepada Tuhan, percayalah bahwa Dia sanggup melepaskan kita dari masalah seberat apapun. Tidak ada satupun yang mustahil bagi Dia. Meski kita belum bisa melihatnya saat ini, yakinlah bahwa Tuhan tidak sekalipun meninggalkan kita. Pandangan kita boleh terbatas, tapi iman akan memampukan kita untuk melihat jauh lebih luas dari kemampuan manusiawi kita.

"Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8)

Wednesday, January 27, 2010

Rut dan Jelai Gandum

Ayat bacaan: Rut 2:3
=================
"Pergilah ia, lalu sampai di ladang dan memungut jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di tanah milik Boas, yang berasal dari kaum Elimelekh."

rut, jelai gandum, kesetiaan, rendah hatiSemua orang berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Kata layak disini seringkaliberbicara secara luas, bukan saja sekedar mampu memenuhi kebutuhan hidup tapi bisa lebih dari itu. Mungkin bisa memiliki uang untuk berlibur, untuk membeli mobil, rumah, ditabung dan sebagainya. Jika bisa memilih, rasanya tidak ada orang yang bermimpi untuk membanting tulang dan hanya mendapatkan upah pas-pasan. Semua ingin sukses, semua ingin mendapatkan penghasilan yang tinggi. Tapi bagaimana jika pekerjaan hari ini hanya mendapatkan imbalan ala kadarnya, atau malah tidak sebanding dengan jerih payah yang dikeluarkan? Kenyataannya ada banyak orang yang memilih untuk meninggalkan pekerjaannya dan lebih baik menganggur sambil menunggu datangnya pekerjaan lain. Sebagian lagi akan bersungut-sungut, atau malah mengasihani diri berlebihan, mengalami depresi dan kehilangan harga diri. Saya bertemu dengan banyak pria yang hanya duduk-duduk di rumah sementara istrinya bekerja, hanya karena mereka tidak mau bekerja dan diperintah oleh orang lain. Ini fakta yang telah saya jumpai pada beberapa pria. Ingin menjadi pemimpin, tapi tidak ada modal, daripada diperintah orang, lebih baik diam di rumah. Itu yang diucapkan salah seorang bapak yang hingga hari ini tidak mau bekerja sama sekali. Dalam contoh lain, ada pula seorang bapak yang karena tinggi hatinya akhirnya membuat istrinya harus pergi ke negara lain untuk bekerja demi menafkahi keluarga, sementara ia hanya menunggu uang kiriman, makan dan tidur. Memang kita semua mendambakan pekerjaan yang memberi jaminan kehidupan yang baik, tidak hanya pas-pasan, tapi itu bukan berarti bahwa kita harus memandang rendah sebuah pekerjaan. Saya sendiri memulai pekerjaan saya dari gaji yang mungkin terlihat tidak masuk akal, hanya 200 ribu sebulan,itupun tidak tetap karena terkadang justru dibawah itu. Tapi hari ini saya bersyukur pernah mengalami hal itu, karena ternyata Tuhan memberkati pekerjaan saya secara luar biasa sehingga hari ini kami bisa hidup tanpa kekurangan, bahkan sebuah rumah yang indah sudah hadir sebagai satu dari berkat-berkat Tuhan. Siapa bilang dari pekerjaan kecil itu kita tidak akan bisa sukses? Seringkali sesuatu yang besar justru dimulai dari hal yang kecil atau mungkin rendah di mata manusia.

Hari ini mari kita belajar dari Rut. Rut adalah wanita dari bangsa Moab yang menikah dengan pria Yehuda, anak dari Naomi dan Elimelekh. Ketika suaminya meninggal, Naomi sebenarnya mengijinkannya untuk kembali ke rumah orangtuanya, karena Naomi sudah memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Tapi Rut menunjukkan kesetiaannya. Meski ia punya pilihan untuk hidup tenang di kampungnya sendiri dengan orang tua dan lingkungan yang sudah ia kenal, kesetiaannya ternyata besar. Ia lebih memilih untuk setia mengikuti mertuanya, pergi memasuki tanah yang sama sekali tidak bersahabat dengan bangsa Moab. Disana jelas ia akan mendapatkan banyak masalah, ditambah lagi ia tidak mengenal siapapun disana selain Naomi. Rut pasti tahu resikonya, tapi kesetiaan bagi Rut ternyata jauh lebih tinggi dibanding kenyamanan dirinya sendiri. Kesetiaan bukan hanya terhadap mertuanya, tapi juga kepada Allah. (Rut 1:16).

Setelah sampai disana, apa pekerjaan yang dilakukan Rut? Seperti perkiraan semula, ia mengalami kesulitan hidup tinggal di negeri yang asing. Ayat hari ini menyatakan apa pekerjaan Rut. "Pergilah ia, lalu sampai di ladang dan memungut jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di tanah milik Boas, yang berasal dari kaum Elimelekh." (Rut 2:3). Rut bekerja sebagai pemungut jelai di belakang penyabit. Ini bukanlah pekerjaan yang tinggi. Tapi Rut rela melakukannya. Sepintas kita mungkin mengira bahwa semua itu merupakan keterpaksaan karena ia tidak mempunyai pilihan lain. Tapi bukankah Rut bisa memilih untuk diam saja? Ia bahkan bisa memilih sejak awal untuk tetap tinggal di Moab. Rut tidak bersungut-sungut atas keadaannya. Bahkan ia sendiri yang meminta untuk bekerja sebagai pemungut jelai. (ay 2). Rendah? Bagi kebanyakan manusia mungkin ya, namun tidak bagi Rut. Ia mau merendahkan dirinya tanpa mengeluh. Justru Sikap rendah hatinya untuk mengerjakan pekerjaan yang rendah inilah yang membawanya bertemu dengan sang pemilik tanah, Boas, dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Rut kemudian menikah dengan Boas, dan dari keturunannya kelak Yesus lahir.

Sikap terpuji Rut membawanya menuai berkat Tuhan yang tidak terhingga besarnya. Kesetiaan, kerendahan hati dan kesederhanaan yang ia miliki ternyata membuat Rut bahagia. Ada begitu banyak pilihan yang sepintas akan membuatnya tidak perlu susah, tapi Rut tidak memilih itu. Pilihan demi pilihan secara tepat ia ambil dan akhirnya kisah Rut berakhir dengan happy ending. Apa yang dilakukan Rut ini sesungguhnya sesuai dengan firman Tuhan. Lewat Mikha kita bisa melihat hal ini. "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" (Mikha 6:8). Rut melakukan ini, dan kita bisa menyaksikan sendiri hasilnya. Meski hidup menjadi sulit, meski pekerjaan rendah dan tidak bisa dibanggakan, namun Tuhan tetap bisa mengubah itu semua menjadi berkat luar biasa jika kita menjalaninya dengan benar sesuai firmanNya.

Mazmur Daud menuliskan "Tetapi orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah." (Mazmur 37:11). Tidak itu saja, Tuhan juga "memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan." (149:4). Semua itu terbukti lewat kerelaan Rut melakukan pekerjaan sebagai pemungut jelai tanpa bersungut-sungut, kerelaannya menjalani sulitnya hidup dengan ketabahan. Mungkin diantara kita ada yang saat ini mendapatkan pekerjaan yang rasanya kecil, mungkin rasanya tidak sesuai dengan usaha yang dikeluarkan, mungkin tidak ada apa-apanya dibanding pekerjaan teman-teman lain. Itu bukanlah alasan bagi kita untuk bersungut-sungut, mengeluh, patah semangat, merasa hancur dan sebagainya. Tuhan bisa menurunkan berkatNya dalam keadaan apapun, termasuk memberkati pekerjaan yang awalnya kecil dan tidak ada apa-apanya menjadi besar dan berhasil luar biasa. Semua pekerjaan yang baik, besar atau kecil, akan mendapat berkat Tuhan jika kita lakukan dengan sebaik-baiknya. Firman Tuhan berkata: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya." (Kolose 3:23-24). Saya sudah mengalaminya sendiri. Apapun yang menjadi pekerjaan anda hari ini, kerjakanlah sebaik-baiknya dan muliakan Tuhan di dalamnya. Hindari berbuat curang di dalam pekerjaan, hindari melakukan hal-hal yang tidak berkenan di mata Tuhan. Meski kecil sekalipun, Tuhan sanggup merubahnya menjadi berkat luar biasa. Rut sudah membuktikannya, saya sudah membuktikannya, kini giliran anda.

Hal besar seringkali bermula dari sesuatu yang kecil

Tuesday, January 26, 2010

Membangun Hubungan

Ayat bacaan: Yakobus 4:8a
======================
"Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu."

membangun hubungan dengan TuhanBagi teman-teman yang sudah membangun hubungan dengan pasangan hidup atau kekasihnya dalam rentang waktu yang cukup lama, masih ingatkah anda bagaimana indahnya hubungan itu berkembang? Saya masih ingat betul bagaimana ketika saya pertama kali bertemu dengan istri saya. Dari hanya mengenal sedikit, perlahan-lahan saya semakin jauh dan semakin dalam mengenalnya. Kepribadiannya, kebiasaannya, siapa dirinya, itu tidak mungkin saya ketahui langsung ketika pertama kali bertemu. Layaknya sebuah hubungan, untuk bisa mengenal seseorang secara lebih dekat selalu membutuhkan waktu dan usaha.

Jika membangun hubungan dengan seseorang itu butuh waktu dan usaha, dengan Tuhan pun demikian. Ada banyak orang yang mengalami pasang surut hubungan dengan Tuhan. Salah seorang anggota keluarga saya memutuskan hubungan dengan Tuhan secara total karena kecewa ibunya dipanggil Tuhan. Ada yang merasa jenuh dan bosan untuk berdoa dan membaca firman Tuhan, dan mulai semakin jarang melakukannya. Ada yang masih tetap membaca alkitab, tapi sebenarnya sudah kehilangan gairah atau tidak lagi merasa mendapatkan apa-apa dari apa yang ia baca. Hubungan menjadi dingin, tidak ada keintiman dan kedekatan sama sekali dalam doa-doa yang dipanjatkan. Pernahkah anda mengalami hal seperti ini? Saya pernah mengalaminya beberapa tahun yang lalu. Kasih mula-mula itu meredup. Mengapa itu bisa terjadi? Dalam kasus saya, itu karena saya belum mengenal pribadi Tuhan secara dekat. Seperti halnya hubungan kita kepada sesama, bagaimana kita bisa mencintai seseorang dengan sepenuh hati, dengan tulus, tanpa mengenal siapa mereka terlebih dahulu? Tidak salah jika ada sebuah lagu yang berjudul "To Know Him Is To Love Him". Dan seperti itu pula hubungan kita dengan Tuhan. Tanpa didasari pengenalan yang mendalam, kita akan mudah turun naik dalam hubungan kita dengan Tuhan, bagaikan roller coaster yang sedang berjalan. Ada kalanya Tuhan terasa dekat, tapi ada pula kalanya Tuhan terasa jauh. Apakah Tuhan datang dan pergi dari hidup kita?

Tuhan selalu dekat dengan kita. Dia sudah berjanji tidak akan pernah meninggalkan kita, dan Tuhan selalu pegang janjinya. Jika dalam lembah kekelaman sekalipun Tuhan tidak meninggalkan kita, bagaimana mungkin Dia membiarkan kita sendiri menghadapi berbagai kesulitan hidup? Yakobus tahu itu, karenanya ia pun menyatakan "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu." (Yakobus 4:8a). Daud sudah membuktikan itu jauh sebelumnya. Kita bisa melihat bagaimana kedekatan atau keintiman yang terbangun antara Daud dengan Tuhan hampir disepanjang kitab Mazmur. Begitu harmonis, begitu dekat, begitu indah. Lihatlah bagaimana Daud menggambarkan kedekatannya dengan Tuhan. "Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau." (Mazmur 63:3). Bagi Daud, kasih setia Tuhan lebih besar dari hidup itu sendiri. God's loving is larger than life. Jika anda mencintai seseorang dengan begitu besar, hingga rela mengorbankan nyawa anda sekalipun demi dia, Tuhan pun mengasihi anda, bahkan lebih besar dari itu. Untuk bisa mengalami itu diperlukan usaha kita terlebih dahulu untuk mengenal pribadi Tuhan, dan bagaimana besar kasihNya terhadap kita. Ketika kita berusaha dengan serius untuk itu, seiring perjalanan waktu pun kita akan semakin dalam mengenalNya, dan dengan demikian mengasihiNya. Tanpa mengenal Tuhan, akan sulit bagi kita untuk bisa membangun keintiman yang langgeng untuk waktu yang lama. Tuhan selalu siap untuk dekat dengan kita, Tuhan rindu untuk itu. Jika kita mendekat kepadaNya, maka Dia pun akan mendekat kepada kita.

Pengenalan yang mendalam akan Tuhan bisa kita peroleh dengan ketekunan membaca dan merenungkan firman Tuhan. Ada begitu banyak ayat yang menggambarkan pribadi Allah disana, bagaimana kepedulian dan bentuk kasihNya kepada manusia yang diciptakan secara sangat istimewa sesuai gambar dan rupaNya sendiri. Bacalah ayat ini: "Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya." (Efesus 1:5-6). Melalui Yesus, Dia sudah menentukan dan mengangkat kita sebagai anak-anakNya sendiri. That's His kind intention. Kehadiran Kristus adalah bukti nyata betapa Tuhan sangat mengasihi kita. Kita bisa melihat pula sejauh mana Daud mengenal Tuhan yang Maha Mengetahui dalam Mazmur 139. Oleh karena itulah kita perlu pula melatih diri untuk membangun hubungan yang penuh kejujuran. Tidak ada gunanya berpura-pura di hadapan Tuhan, karena Dia itu Maha Tahu. Mendekat pada Tuhan, berikan diri anda sepenuhnya, akui semuanya, maka Tuhan pun akan mendekat, sehingga anda akan mengenalNya lebih dekat dari sebelumnya. Tuhan menjanjikan ini: "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9) Jika dosa-dosa kita sudah dihapuskan, ketika kita sudah disucikan, kitapun bisa dekat dengan Tuhan. Seperti itulah kebaikan Tuhan, seperti itulah Dia menunjukkan keinginanNya yang besar untuk bisa dekat dengan kita.

Membangun sebuah hubungan membutuhkan waktu dan usaha. Karena itu mulailah hari ini. Kenali siapa Tuhan yang kita sembah, seperti apa pribadiNya dan bagaimana besar kasihNya kepada kita. Semakin dalam anda mengenalNya, semakin besar pula anda mengasihiNya. Hubungan yang didasarkan kepada pengenalan mendalam tidak akan gampang dihancurkan. Tuhan menanti anda saat ini untuk mendekat kepadaNya. Dia siap membukakan banyak hal yang tidak pernah terpikirkan, bahkan rahasia-rahasia kehidupan yang belum kita ketahui sekalipun siap Dia singkapkan. Kenalilah Tuhan terlebih dahulu dengan baik, mari membangun hubungan denganNya di atas dasar yang kokoh agar hubungan yang kita miliki tidak mudah goyah.

To know is to love

Monday, January 25, 2010

Real Love Needs Action

Ayat bacaan: 1 Yohanes 3:18
=======================
"Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran."

kasih dengan perbuatan nyataBaru pindah rumah di hari pertama, ternyata pompa airnya macet. Semalaman kami tidak bisa memakai air, bahkan saya harus menumpang mandi ke rumah teman sebelum melayani di gereja keesokan harinya. Ini masalah yang sepele, tapi keesokan harinya seorang teman yang baru saya kenal menelepon saya dan menanyakan apakah air di rumah sudah jalan lagi atau belum, berikut menawarkan tukang yang ia kenal untuk mereparasi pompa airnya. Saya sungguh terharu atas perhatiannya. Masalah yang kecil saja, ketika kita mendapat perhatian dari seseorang rasanya bisa membuat kita terharu. Apa yang ia lakukan sederhana saja, ia hanya menelepon, dan menanyakan sekiranya saya butuh bantuan maka ia akan mengirimkan seorang teknisi ke rumah. Tapi hal sederhana yang ia lakukan itu menyentuh hati saya. Tidakkah kita merasa sangat senang ketika memiliki teman yang peduli?

Banyak orang berpikir bahwa untuk membantu sesama itu harus melalui pemberian-pemberian atau pengeluaran yang besar. Kita lupa bahwa sebuah senyuman sekalipun seringkali mampu membawa dampak positif yang bisa menguatkan atau memotivasi orang lain. Itu bentuk bantuan yang sama sekali tidak memerlukan biaya, tapi bisa bermakna besar bagi yang menerimanya. Atau sebuah telepon seperti yang dilakukan teman saya tadi, itu bukan perkara yang berat. Hanya menghubungi dan bertanya serta menawarkan bantuan lewat telepon, tapi itu menunjukkan bahwa ia memiliki perhatian yang begitu besar terhadap temannya. Ia masih ingat dan memikirkan masalah yang saya alami meskipun ia sedang sibuk bekerja. Inilah bentuk kasih yang baik, yang bukan hanya berhenti sebatas perkataan tanpa disertai tindakan. Menelepon, itu perkataan, tapi bukankah ia melakukan tindakan untuk menghubungi dan menawarkan bantuan? Simpel, namun sangat berkesan, dan saya merasa bahagia ketika ada orang yang peduli bahkan kepada masalah yang sangat sepele seperti itu. Ada banyak orang yang bisa berkata bahwa mereka mencintai atau mengasihi seseorang, namun kenyataan tidak terlihat sama sekali dari tindakan mereka. Bisa berkata sayang, namun menyakiti di belakang. Mengaku peduli, tapi menghilang ketika dibutuhkan.

Bentuk kasih dalam kekristenan berbicara mengenai sesuatu yang sangat luas. Seperti halnya Yesus sendiri mengajarkan "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13). Yesus tidak saja mengajarkan, tapi telah membuktikannya sendiri secara langsung. Dan itulah kemudian yang diberitakan oleh Yohanes dalam menyampaikan pengajaran tentang kasih. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." (1 Yohanes 3:16). Sebab bagaimana mungkin seseorang bisa mengaku memiliki kasih Allah tapi mereka menutup mata terhadap penderitaan saudara-saudaranya sendiri? (ay 17). Oleh karena itu Yohanes berpesan: "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (ay 18). Jangan hanya berhenti dengan perkataan saja, tapi teruskanlah dengan perbuatan nyata, dalam kebenaran. In deed and in truth, in practice and in sincerity.

Mengenai melakukan dengan perbuatan nyata, kita bisa melihat contohnya dari jemaat di Makedonia yang disebutkan dalam 2 Korintus 8:1-15. "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." (ay 2). Jemaat Makedonia bukanlah jemaat kaya. Mereka juga bukan jemaat yang hidup nyaman tanpa masalah. Jelas dikatakan bahwa mereka itu sangat miskin, dan mengalami banyak penderitaan. Tapi lihatlah bahwa mereka tetap punya sukacita yang meluap dan begitu kaya dalam kemurahan. Lihatlah bagaimana Paulus bersaksi atas mereka. "Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. engan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami." (ay 3-5). Ini bentuk kasih yang menginspirasi dari apa yang dimiliki oleh jemaat Makedonia. Ternyata kasih memang tidak melihat miskin dan kaya, sedang nyaman atau sedang dalam pergumulan, karena jemaat Makedonia membuktikan mereka mampu menyatakan kasih lewat perbuatan nyata meski mereka sendiri hidup di bawah kemiskinan dan penderitaan.

Apa saja output yang keluar dari sebentuk kasih yang benar? Paulus menjabarkannya dengan lengkap dalam surat Korintus. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7). Lihatlah bahwa elemen-elemen kasih itu ternyata sangat berhubungan dengan tindakan-tindakan yang nyata.

Menjadi pelaku firman artinya harus diikuti dengan perbuatan nyata dan tidak berhenti hanya sebatas sebagai pendengar yang baik. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22). Firman Tuhan menyatakan bahwa kita harus mengasihi Tuhan dan sesama kita, dan itu haruslah diikuti dengan bentuk-bentuk perbuatan nyata. Tanpa tindakan nyata, kasih belumlah sempurna. Kita harus mulai belajar untuk mengasihi dengan tulus tanpa pandang bulu, tanpa pamrih, bahkan kepada musuh sekalipun kita harus menunjukkan kasih dan bukan kebencian, seperti apa yang dikatakan Yesus: "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:44). Firman Tuhan berkata "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah." (1 Yohanes 4:7), dan kasih yang lahir dari Allah ini bukanlah merupakan kasih semu atau dangkal, melainkan kasih yang harus selalu diikuti dengan perbuatan nyata. Buatlah perbedaan mulai hari ini. Tawarkan bantuan, hubungi teman anda, ucapkan salam, atau setidaknya tersenyumlah kepada mereka. tunjukkan kasih anda dengan sesuatu yang nyata. Because real love needs action.

Love in deed is love indeed

Sunday, January 24, 2010

Pilih Berkat atau Kutuk?

Ayat bacaan: Ulangan 30:19
==========================
"Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu"

pilih berkat atau kutukMemilih cat untuk warna berbagai ruangan rumah sepertinya mudah. Namun ketika kita berhadapan dengan begitu banyak warna yang menarik, ternyata yang dikira sederhana menjadi lebih rumit dari perkiraan. Tidak saja memilih masing-masing warna untuk masing-masing ruangan, tapi memilih yang sepadan antara ruangan yang satu dengan berikutnya pun membutuhkan keseriusan tersendiri.Ini saya alami ketika saya merenovasi rumah baru sebelum ditempati beberapa bulan yang lalu. Mungkin tidak semua orang mau repot berpikir tentang cat, tapi bagi saya yang hidup di dunia desain, masalah keserasian warna merupakan aspek yang penting untuk membuat rumah terasa lebih nyaman. Jika salah pilih, rumah bisa kurang indah dipandang, dan ini bisa berakibat untuk waktu yang cukup lama, karena jarang sekali orang menukar-nukar catnya setiap saat.

Hidup ini penuh pilihan. Kemarin saya sudah membahas bagaimana akibat dari sebuah pilihan. Salomo tidak terjebak kepada pilihan yang berpusat kepada kepentingan pribadinya, dan akibatnya semua yang tidak ia minta sekalipun ditambahkan Tuhan kepadanya, karena Tuhan berkenan kepada pilihannya yang dianggap baik di mata Tuhan. (1 Raja Raja 3:13-14) Menentukan pilihan secara sepintas terlihat mudah, namun aplikasinya bisa lebih rumit dari yang kita bayangkan. Memilih antara madu dan racun akan mudah jika kita bentuknya jelas berbeda, tapi bagaimana jika racun itu terlihat tidak menyeramkan namun dikemas secara terlihat menggugah selera? Sebaliknya madu yang berkhasiat dan menyehatkan justru terlihat kusam tanpa daya tarik? Kenyataannya seringkali seperti itu. "Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12, 16:25). Sehingga jika kita tidak berhati-hati melangkah, kita bisa terjebak kepada pilihan yang salah. Masih bagus jika konsekuensinya tidak berdampak luas, tapi bagaimana sekiranya keputusan kita berdampak fatal untuk jangka waktu yang lama atau berakhir dengan penyesalan yang datang terlambat? Oleh karena itulah kita harus benar-benar peka dalam memilih agar tidak salah dalam menentukan pilihan.

Jika kemarin kita melihat apa yang dipilih Salomo ketika ia dibebaskan Tuhan untuk meminta sesuatu, hari ini mari kita lihat bentuk pilihan lain yang pernah diberikan kepada umat Tuhan. Mengapa harus pilihan? Karena sebagai manusia kita diberikan kehendak bebas oleh Tuhan. Kita adalah anak-anakNya yang dikasihi, karena itu Tuhan tidak ingin merancang manusia seperti robot. Ada kebebasan yang diberikan kepada kita, dimana kebebasan itu seharusnya kita hargai sebagai anugerah luar biasa dan harus mampu pula kita pertanggungjawabkan. Serangkaian kotbah diucapkan Musa sebelum ia digantikan Yosua, dan salah satunya berbicara mengenai pilihan.

"Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan." (ulangan 30:15). Kemudian Musa berkata "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu" (ay 19). Sesungguhnya ini merupakan peringatan penting yang harus direnungkan terlebih dahulu oleh bangsa Israel sebelum mereka memasuki tanah yang dijanjikan Tuhan, agar keturunan mereka bisa menikmati semuanya kelak tanpa harus kehilangan apapun. Mereka harus menjaga tingkah laku mereka karena jika salah memilih, akibatnya pun bisa sangat berbeda. Seperti yang saya sebutkan tadi, pilihan ini sepintas secara teoritis mudah, karena tentu saja orang akan segera memilih kehidupan daripada kematian, memilih berkat daripada kutuk. Namun prakteknya tidaklah semudah itu. Musa tahu bahwa ada banyak hal yang harus mereka jaga agar kutuk tidak jatuh kepada mereka tanpa disadari, dan ia pun menjabarkannya secara jelas, yang bisa kita baca dalam Ulangan 27:11-26. Secara ringkas Musa menyebutkan hal-hal yang bisa mendtangkan kutuk, diantaranya: menyembah berhala (ay 15), memandang rendah orang tua (ay 16), sikap tamak, mementingkan diri sendiri, merebut milik/hak orang lain dan menyesatkan orang lain (ay 16-19), penyimpangan-penyimpangan seksual (ay 20-23), membunuh (ay 25) dan melanggar ajaran Tuhan dengan perbuatan yang keliru (ay 26).Jika ini dilakukan, maka itu artinya kita memilih kutuk. Dan akibat dari kutuk ini tidak main-main. Semua itu tertulis dalam Ulangan 28 secara terperinci. Kutuk akan jatuh: di kota/ladang, pekerjaan (ay 16-17), buah kandungan, penghasilan (ay 18), segala usaha (ay 19), dalam kehidupan akan penuh bencana, kekacauan dan kesulitan hingga binasa dengan segera (ay 20), berbagai sakit penyakit yang membinasakan (ay 21-22), tidak ada kemakmuran melainkan kekeringan dan kegersangan (ay 23-24), kita akan terus gagal, ditipu atau dihancurkan orang lain tanpa perlindungan Tuhan (ay 25), kehilangan akal sehat dan kewarasan (ay 28-29), tidak akan beruntung melainkan terus ditindas (ay 29), kehancuran rumah tangga (ay 30,32), segalanya dirampas orang lain (ay 31) dan banyak lagi. Ini konsekuensi yang sungguh tidak main-main, dan sangat berbanding terbalik dengan janji berkat yang diberikan Tuhan kepada orang yang memilih kehidupan dan berkat. (Bacalah Ulangan 28:1-14).

Bagaimana cara kita memilih kehidupan atau berkat ini? Musa mengatakan sesungguhnya caranya tidaklah terlalu sulit untuk dilakukan, dan sangat dekat dengan keseharian kita. (30:11-14). Caranya tidak lain dengan "mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya.." (ay 16), dan dalam kesempatan lain dikatakan: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini.." (28:1). Dengan melakukan itu, artinya kita memilih kehidupan dan bukan kematian, keselamatan dan bukan kebinasaan, berkat dan bukan kutuk. Hidup ini penuh dengan pilihan, yang sepintas terlihat mudah namun pada prakteknya seringkali sulit. Apa yang kita pilih hari ini akan sangat menentukan bagaimana kita dan keturunan kita kelak di kemudian hari. Apa yang menjadi pilihan anda? Seriuslah dalam menentukan pilihan agar jangan sampai salah pilih.

The choice is up to us!

Saturday, January 23, 2010

Pilih Hikmat

Ayat bacaan: Amsal 13:6
===================
"Umur panjang ada di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan."

pilih hikmatSulap dengan menggunakan koin merupakan salah satu sulap sederhana yang cukup populer. Sulap yang mengandalkan kecepatan tangan ini biasanya akan mampu mengecoh mata sehingga sulit bagi kita untuk memilih di tangan sebelah mana uang koin itu berada, di kiri atau di kanan. Salah atau benar, kita memang harus memilih untuk tahu apakah yang kita putuskan sebagai pilihan itu tepat atau tidak. Bicara soal pilih memilih di tangan kiri dan kanan, saya jadi ingat sebuah lagu yang sangat populer di tahun 80an, Madu dan Racun. Refrainnya berbunyi: "Madu di tangan kananmu, racun di tangan kirimu". Hidup ini berisi penuh dengan pilihan. Setiap hari kita akan berhadapan dengan pilihan-pilihan yang menunggu kita untuk mengambil keputusan. Apakah pagi ini anda ingin meneruskan tidur atau mulai bangun untuk memulai aktivitas anda. Apakah anda mau berdoa dan bersaat teduh dahulu atau langsung bersiap pergi kerja. Mau jujur atau curang dalam ulangan atau bekerja, dan sebagainya. Ada begitu banyak pilihan yang dihadapkan kepada kita, dimana sebagian di antara pilihan-pilihan itu bisa membawa dampak serius, apakah kita memilih madu yang manis dan menyehatkan atau racun yang pahit dan mematikan.

Jika seandainya anda diberi satu kesempatan untuk meminta sesuatu yang pasti akan dikabulkan saat ini juga, apa yang menjadi pilihan anda? Ini pertanyaan yang sepertinya sederhana namun sangatlah sulit untuk dijawab. Jika memilih panjang umur, bagaimana jika sepanjang umur itu hidup miskin? Jika memilih kekayaan, bagaimana jika hidup bakalan singkat? Ini dua pilihan yang rasanya termasuk yang bakal paling banyak dipilih orang. Bagaimana jika kita memilih sesuatu yang salah, padahal kesempatan memilih cuma diberikan satu kali saja? Ini bukan pilihan yang gamblang seperti memilih madu atau racun, karena terkadang dalam realita ada racun yang awalnya semanis madu, dan sebaliknya ada pula yang dikira sepahit racun tapi hasilnya ternyata madu.

Salomo pernah mendapatkan kesempatan emas seperti ini dari Tuhan untuk memilih. Berawal dari cara hidup Salomo yang seperti ayahnya Daud, cara hidup yang menunjukkan kasih kepada Tuhan dengan taat kepada ketetapan-ketetapan sang ayah yang telah terbukti berkenan di hadapan Tuhan, pada suatu malam di Gibeon, Salomo mendapat kesempatan emas untuk meminta sesuatu dari Tuhan. "Di Gibeon itu TUHAN menampakkan diri kepada Salomo dalam mimpi pada waktu malam. Berfirmanlah Allah: "Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu." (1 Raja-Raja 3:5). Ini sebuah hadiah yang begitu besar dari Tuhan. Jika itu terjadi pada diri anda, apa yang akan anda minta? Pilihan Salomo cukup menarik, dan pasti mengagetkan orang jika mereka melihat jawaban Salomo. Salomo tidak meminta kekayaan, Salomo tidak meminta panjang umur. Ia tidak minta berkat materi dan tidak meminta hal-hal yang berhubungan dengan pemuasan dirinya sendiri. Apa yang ia minta adalah HIKMAT. Hah, bisa minta kekayaan, kemakmuran, ketenaran atau umur panjang, tapi malah meminta hikmat? Untuk apa? Mari kita lihat seperti apa jawaban Salomo ketika itu. "Maka sekarang, ya TUHAN, Allahku, Engkaulah yang mengangkat hamba-Mu ini menjadi raja menggantikan Daud, ayahku, sekalipun aku masih sangat muda dan belum berpengalaman. Demikianlah hamba-Mu ini berada di tengah-tengah umat-Mu yang Kaupilih, suatu umat yang besar, yang tidak terhitung dan tidak terkira banyaknya.Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?" (ay 7-9). Salomo tidak meminta untuk kepentingan dirinya, tapi apa yang ia minta adalah sesuatu yang berhubungan dengan apa yang digariskan Tuhan untuk ia kerjakan. Salomo meminta hikmat, meminta kebijaksanaan memenuhi dirinya, agar ia mampu membedakan mana yang baik dan jahat, benar dan salah, supaya ia mampu menimbang perkara dan memutuskan dengan benar. Ternyata itu adalah sebuah pilihan yang berkenan dan dikatakan baik di mata Tuhan. (ay 10). Tuhan pun memberikannya. Ia tumbuh menjadi seseorang yang begitu hebat dari segi hikmat, tak tertandingi oleh siapapun. "Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir." (1 Raja Raja 4:29-30). Tapi ternyata tidak berhenti sampai disitu saja. Pilihan yang diambil Salomo ternyata membawa berkat-berkat lain pula ke dalam hidupnya. Firman Tuhan berkata demikian: "Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja. Dan jika engkau hidup menurut jalan yang Kutunjukkan dan tetap mengikuti segala ketetapan dan perintah-Ku, sama seperti ayahmu Daud, maka Aku akan memperpanjang umurmu." (ay 13-14). Wow, bukan saja hikmat, tapi juga kekayaan, kemuliaan dan umur yang panjang. Itu diperoleh Salomo. Maka kita tahu hari ini bahwa selain raja hikmat, Salomo adalah salah satu tokoh terkaya dalam alkitab, dan mungkin tidak akan pernah bisa tersaingi oleh orang terkaya dunia manapun sampai dunia ini berakhir. Kemahsyuran namanya pun melegenda, hingga hari ini kita mengenal namanya. Alkitab mencatat seperti ini: "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat." (1 Raja Raja 10:23). Sebuah pilihan yang luar biasa ketika ia bisa menekan egonya dan lebih memilih untuk kepentingan orang lain agar bisa mendapatkan pertimbangan/keputusan yang adil sesuai hikmat dari Tuhan. Dan itulah hasilnya, Salomo diberkati luar biasa dalam segala hal.

Di kemudian hari ketika Salomo menulis Amsal, ia kembali menyinggung hal mengenai hikmat ini berdasarkan pengalamannya sendiri. Demikian Salomo menulis: "Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas." (Amsal 3:13-14). Tidak saja melebihi emas dan perak, tapi juga lebih berharga dari permata, begitu berharganya seingga tidak ada sesuatu hal lain yang mampu menandingi nilai sebuah hikmat ini. (ay 15). Dan seperti apa yang dikatakan Tuhan, juga sesuai dengan kesaksiannya sendiri, Salomo pun mengatakan kembali apa yang difirmankan Tuhan. "Umur panjang ada di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan." (ay 16). Pilihan yang tidak terpusat pada kepentingan sendiri, itulah ternyata yang berkenan di mata Tuhan.

Jika kita mundur sedikit ke belakang, ternyata ayah Salomo, Daud, sudah mengetahui pentingnya hikmat ini dalam kehidupan kita, dan bukan itu saja,dia pun telah menuliskan dari mana hikmat itu bermula. "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya." (Mazmur 111:10). Dan hal ini diulangi kembali oleh Salomo dengan mengatakan "Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." (Amsal 9:10). Dengan hikmat yang berawal dari takut akan Tuhan, kita akan mendapat pengertian, kita akan menjadi bijaksana dan bisa mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang madu, mana yang racun secara tepat, meski apapun bentuk kemasan awalnya. Tersamar atau tidak, kita akan bisa membedakan keduanya jika kita memiliki hikmat. Betapa pentingnya hikmat ini agar kita tidak salah jalan, terperangkap, tersandung dan jatuh. Itulah sebabnya mengapa hikmat ini jauh lebih bernilai ketimbang emas, perak, permata atau keinginan/kekayaan lainnya yang pernah kita impikan. Jika demikian, seandainya pilihan itu jatuh kepada anda, jangan sampai salah menentukan pilihan. Lupakan segala kenikmatan-kenikmatan daging karena semua itu bukanlah yang terutama, melainkan pilihlah sebuah pilihan yang berkenan bagi Kerajaan Sorga. Siapkah kita memilih yang terbaik? Jika siap, jangan salah pilih. Hikmat, itulah pilihan yang tepat.

Berbahagialah orang yang mendapat hikmat

Friday, January 22, 2010

Tertutup Awan Kelabu

Ayat bacaan: Lukas 24:16
=====================
"Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia."

tertutup awan kelabu, tidak mengenal Tuhan, tidak melihat TuhanSuatu hari menjelang kebaktian saya berpapasan dengan teman persekutuan saya yang sudah sangat saya kenal dekat. Lucunya ia tidak menyadari bahwa saya tepat berada di depannya, meski menurut penglihatan saya matanya mengarah kepada saya. Saya pun berhenti tepat di depannya. Itupun ia masih butuh waktu untuk kemudian tersadar bahwa saya berdiri di situ. "Aduh sori, saya sedang berpikir sampai-sampai tidak sadar dan tidak melihat kamu" katanya tertawa. Kitapun sering mengalami hal ini. Ketika kita sedang banyak pikiran kita seringkali tidak memperhatikan sekeliling kita, sehingga orang yang kita kenal pun bisa jadi luput dari penglihatan kita meski mereka berada begitu dekat dengan kita. Bagaikan matahari yang sinarnya begitu kuat bisa tidak terlihat jika sedang ditutupi awan tebal.

Hal yang sama terjadi pada murid-murid Yesus. Baru saja tiga hari Yesus meninggalkan mereka. Itu waktu yang sangat singkat. Rasanya tidak mungkin kita tidak mengenal sosok yang sudah sekian lama bersama-sama dengan kita yang baru beberapa hari meninggalkan kita. Tapi itulah yang terjadi. Pada suatu hari, dua dari murid Yesus sedang berjalan menuju sebuah kampung yang letaknya kira-kira 11 kilometer dari Yerusalem. Mereka sibuk membicarakan dan membahas apa yang terjadi. Saya yakin pada saat itu mereka sedang bingung, kalut dan tidak tahu harus berbuat apa setelah mendengar berita simpang siur mengenai hilangnya mayat Yesus dari kubur. Mereka tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, apakah diculik, atau bangkit seperti kesaksian beberapa perempuan yang bertemu dengan malaikat penyampai kabar itu. Mereka mungkin kehilangan harapan, kecewa dan sedih, bahkan mungkin ketakutan. Apa yang terjadi pada saat itu? Alkitab mencatat demikian: "Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka." (Lukas 24:15). Yesus muncul di dekat mereka! Itu Yesus yang baru saja beberapa hari meninggalkan mereka. Harusnya mereka tersentak kaget, bersorak dan menyambut Yesus dengan sangat gembira. Tapi bukan itu yang terjadi. Yang terjadi adalah mereka ternyata tidak mengenal Yesus. Mengapa bisa demikian? Alkitab memberikan alasannya. "Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia." (ay 16). Ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, karena itulah mereka tidak mengenal Yesus. Ada awan tebal yang menutupi pandangan mereka sehingga mereka tidak bisa melihat Terang. Mereka belum juga sadar bahkan ketika Yesus sudah menegur mereka dan menjelaskan nubuatan-nubuatan yang tertulis tentang Dia dalam kitab nabi-nabi. (ay 25-27). Sampai disitu mereka masih belum mengenal Yesus. Baru ketika mereka tiba di kampung dan Yesus mengambil roti dan memecah-mecahkan sambil mengucap berkatlah mereka menyadari bahwa orang yang berjalan bersama mereka sejak tadi ternyata Yesus. Bayangkan dalam perjalanan 11 kilometer panjangnya mereka tidak kunjung menyadari bahwa Yesus yang mereka perbincangkan ternyata ada ditengah-tengah mereka. Keraguan, kebingungan, kekecewaan, kesedihan, atau ketakutan membuat mereka tidak mengenali Yesus, meski Yesus berada tepat bersama mereka.

Kita pun sama. Berbagai permasalahan hidup, beban, tekanan atau pergumulan yang kita alami bisa membuat kita tidak mendengar atau mengenal Tuhan lagi. Kita lupa akan Tuhan, atau mulai meragukan eksistensiNya di tengah-tengah kita. Atau mungkin kita akan mengira bahwa Tuhan tidak lagi ada bersama kita, melupakan dan membiarkan kita di tengah-tengah kesesakan. Ketika jalan yang kita lalui penuh liku, kita tidak lagi percaya bahwa di ujungnya Tuhan telah menyediakan segala kebaikan dan segera menyerah. Tuhan dianggap memberi janji palsu, Dia tidak menepati janjiNya dan akhirnya terjebak pada berbagai alternatif yang justru membinasakan. Padahal bukan Tuhan yang salah, justru fokus kita terhadap beban penderitaan yang terlalu besarlah yang menutupi pandangan kita sehingga kita tidak lagi mengenal Dia. Bahkan setelah mendengar firman Tuhan sekalipun, orang-orang yang fokus sepenuhnya hanya kepada permasalahan dan beban berat tidak lagi bisa merasakan apapun, sebab awan tebal itu telah terlanjur menutupi hati mereka.


Tuhan menyatakan kepada Yosua: "Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau." (Yosua 1:5). Ini dikatakan Tuhan kepada Yosua yang diberikan tugas maha besar yang pasti akan meletakkan Yosua pada kursi panas, pada situasi yang begitu sulit karena harus melanjutkan pekerjaan besar untuk menuntun bangsa Israel yang keras kepala dan tegar tengkuk memasuki tanah yang dijanjikan. Pergumulan di hadapi Yosua, tekanan dan beban ada bersamanya, tapi disamping itu janji Tuhan yang meneguhkan dan menguatkan pun ada bersamanya. Tuhan ada besertanya dan tidak akan meninggalkan dirinya menghadapi itu sendirian. Janji yang sama berlaku pula bagi kita, karena Tuhan tidak pernah senang melihat anak-anakNya menderita. Apa yang Dia berikan adalah rancangan yang terbaik. Nothing but the best! Tapi tebalnya awan kelabu yang timbul dari ketakutan, kegelisahan, kesedihan, kebingungan atau kekecewaan kita akan membuat semua itu tidak lagi terlihat. Ketika awan kelabu begitu tebal, terang matahari pun tidak lagi terlihat jelas. Bahkan bisa hilang sama sekali dari pandangan kita.

Yesus tahu pergumulan kita. Dia tahu beratnya hidup manusia. Dia sudah mengambil rupa seperti kita dan mengalami penderitaan secara langsung untuk membebaskan kita dari kebinasaan, sesuai kehendak BapaNya. Tidak hanya tahu, tapi Yesus juga peduli, amat sangat peduli. Lihat apa kata Yesus : "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Itu bentuk kepedulian yang besar karena Dia tahu betul bagaimana beratnya pergumulan-pergumulan yang harus kita hadapi dalam hidup kita. Apa yang harus kita lakukan adalah tetap berpegang teguh kepada janji setia Allah, percaya sepenuhnya kepadaNya dan menjaga diri kita untuk tetap hidup kudus dan taat tanpa kehilangan pengharapan sedikitpun. Kita harus menjaga agar jangan ada awan gelap terbentuk yang bisa membuat kita tidak lagi bisa melihat dan mengenalNya. Disamping itu, hiduplah dengan benar, karena tumpukan dosapun bisa membuat kita hubungan kita dengan Tuhan menjadi terputus. "tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2). Agar bisa tetap melihat dan mengenal Tuhan kita harus memiliki pandangan yang bersih dari segala hambatan yang menutupi pandangan kita. Singkirkan semua awan kelabu, dan miliki pandangan jernih tentang janji Allah!

Seperti awan kelabu menutupi matahari, demikianlah ketakutan, keraguan dan kekecewaan dalam pergumulan menutupi mata kita melihat kuasa Allah

Thursday, January 21, 2010

Bersabarlah

Ayat bacaan: Ibrani 6:15
===================
"Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya."

bersabarApakah anda termasuk orang yang bisa bersabar menunggu sesuatu atau seseorang? Bagi kebanyakan orang, menunggu seringkali menjadi masalah tersendiri. Saya telah bertemu dengan begitu banyak orang yang mengomel, jengkel bahkan marah ketika mereka harus menunggu. Agaknya masalah kesabaran di Indonesia ini masih menjadi sesuatu yang harus ditingkatkan. Lihat saja ada begitu banyak orang yang memotong antrian seenaknya tanpa merasa bersalah. Apakah itu di depan kasir, di toko/supermarket, di depan loket karcis bioskop, di depan toilet umum dan sebagainya. Sebaliknya orang yang dipotong  ketika sedang mengantri pun akan langsung marah baik secara terang-terangan atau setidaknya memasang wajah masam atau ngomel kecil. Ada banyak orang pula yang emosinya meningkat ketika ia harus menunggu lama dalam antrian dan segera mulai mengeluarkan kata-kata yang tidak baik. Di jalan raya? Sama saja. Seorang musisi dari luar negeri yang pernah saya wawancarai berkata bahwa ia kaget melihat semrawutnya jalan di ibu kota. Masih lumayan kalau cuma macet, tapi tentu saja seperti yang sering kita lihat masalah di jalan masih harus ditambah dengan orang-orang yang dengan berbuat sesuka hatinya tanpa mengindahkan rambu atau peraturan lainnya. Si musisi tadi berkata, meski dibayar sekalipun ia tidak akan pernah mau mengemudi di kota Jakarta. "It looks scary and dangerous..they looked so impatient." katanya. Saya rasa masalah kesabaran ini merupakan sesuatu yang benar-benar masih harus dilatih dan diupayakan secara serius di negara kita.

Dalam menunggu datangnya jawaban dari Tuhan pun kita seringkali tidak sabar. Kita sering terbiasa untuk memaksakan Tuhan untuk menjawab sesuai kehendak kita. Kita menuntut frame waktunya Tuhan haruslah sesuai dengan frame waktu kita. Dan ironisnya, hal ini kita anggap sebagai hal yang lumrah. Tanpa merasa bersalah kita menuntut Tuhan untuk memenuhi segala keinginan kita. Jika itu belum atau tidak terjadi? Kita akan bersungut-sungut, atau yang lebih parah malah menghujat atau bahkan meragukan keberadaan Tuhan. Sesungguhnya ini adalah sebuah kesalahan fatal yang bisa berakibat hilangnya semua berkat Tuhan dari diri kita. Dan ini pun seringkali menjadi titik lemah manusia yang dijadikan celah bagi iblis untuk menjadi pintu masuknya.

Berbicara soal sabar, kita bisa belajar dari banyak tokoh alkitab, salah satunya Abraham. Ia mulai menerima janji Tuhan ketika ia berusia 75 tahun. Dikatakan bahwa Tuhan berjanji akan menjadikannya keturunan yang banyak dan mereka akan menjadi bangsa yang besar. (Kejadian 12:2). Kapan janji Tuhan itu terealisasi? Kita tahu bahwa anak yang dijanjikan Tuhan itu baru hadir ketika Abraham berusia 100 tahun. Artinya ada rentang 25 tahun hingga janji Tuhan itu digenapi. Bersungut-sungutkah Abraham? Tidak. Kita tahu bagaimana taatnya Abraham lewat imannya. Ia memang sempat menuruti keraguan istrinya untuk mengambil Hagar, hingga Ismael pun hadir di usianya yang ke 86. Perhatikanlah akibatnya cukup fatal. Kita bisa melihat hingga hari ini bagaimana sulitnya hubungan antara keturunan Ismael dan Ishak. Semua itu berawal dari ketidaksabaran, dan akibatnya fatal. Tapi Abraham sendiri sebenarnya taat dan tekun dalam menanti. Ia tetap sabar tanpa peduli akan usianya. Secara manusia tentu sudah tidak mungkin, apalagi istrinya pun sudah lama menopause. Tapi itu merupakan janji Tuhan, dan jika itu janji Tuhan maka itu pasti terjadi. Abraham tahu itu. Ketika Tuhan menyatakan bahwa Ismael bukanlah ahli waris seperti yang dijanjikan Tuhan (15:5), Abraham taat dan percaya kepada Tuhan. Ketika Tuhan berkata: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (ay 5), kita melihat tidak ada sedikitpun bantahan atau pertanyaan lanjutan dari Abraham. Alkitab mencatat kejadian selanjutnya dengan manis. "Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran."  (ay 6). Tuhan memperhitungkan keyakinan Abraham sebagai sesuatu yang menyenangkan hatiNya. Ketika mencapai usia 100 tahun, Abraham pun memperoleh janji Tuhan. "TUHAN memperhatikan Sara, seperti yang difirmankan-Nya, dan TUHAN melakukan kepada Sara seperti yang dijanjikan-Nya. Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya." (21:1-2). 25 tahun menanti tentu bukan masa yang singkat. Apalagi ketika usia itu hadir di usia senja. Namun iman Abraham besar, iman yang membuatnya bisa percaya dan sabar meski secara logika tidak ada dasar apapun untuk berharap akan hal
itu.

Kelak ribuan tahun setelah masa Abraham, Penulis Ibrani kembali menyajikan kesaksian Abraham untuk menguatkan orang-orang Ibrani. "Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya." (Ibrani 6:15). Kita bisa belajar dari ayat ini tentang bagaimana caranya untuk memperoleh janji Tuhan digenapi dalam kehidupan kita. Kuncinya adalah menanti dengan sabar. Dari sini kita bisa melihat bahwa kesabaran dalam menunggu sungguh merupakan sebuah faktor penting yang akan sangat menentukan apakah kita akan menerima janji Tuhan atau tidak. Petrus mengingatkan :"Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari." (2 Petrus 3:8). Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa waktu Tuhan tidaklah sama dengan waktu kita. Tidak berhenti sampai disitu, Petrus pun melanjutkan dengan mengingatkan kita bahwa Tuhan tidak akan pernah terlambat menepati janjiNya, meski mungkin menurut waktu kita itu terlalu lama. "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (ay 9). Meski rasanya terlambat menurut perhitungan kita, tapi waktu Tuhan tidaklah sama. Itu sama sekali bukan berarti Tuhan lalai dalam menepati janji. Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita. Dia menjanjikan untuk selalu membuat segalanya indah pada waktunya."Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11).

Kesabaran adalah salah satu buah Roh. (lihat Galatia 5:22). Kesabaran akan membuahkan hasil, karena Tuhan kita bukanlah Tuhan yang suka ingkar janji. Iman akan membawa kita untuk teguh dalam pengharapan, dan terus bertekun dalam kesabaran yang penuh karena kita percaya janji Tuhan akan selalu digenapi. Abraham mendapat sebuah janji yang secara akal sehat manusia tidak memiliki dasar logika sama sekali. Tapi ia percaya sepenuhnya, dan kita melihat bagaimana janji itu digenapi. Dalam Roma hal ini kembali disinggung. "Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:18-21). Dan kembali kita bertemu dengan firman Tuhan yang menyatakan bahwa Tuhan berkenan atas imannya, hal itu diperhitungkan sebagai kebenaran. (ay 22). Jika itu bisa terjadi kepada Abraham, hal yang sama bisa terjadi pada kita pula, sebab "Kata-kata ini, yaitu "hal ini diperhitungkan kepadanya," tidak ditulis untuk Abraham saja,tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita."  (ay 23-25). Itu janji Tuhan, dan kita tidak akan bisa memperolehnya tanpa sebentuk kesabaran dan kepercayaan penuh.

Paulus mengingatkan Timotius agar mampu menguasai diri dalam segala keadaan, dan sabar dalam penderitaan. (2 Timotius 4:5). Pesan ini pun masih berlaku bagi kita yang seringkali terburu-buru dalam mengatasi masalah, selalu mencari jalan pintas dan tetap memilih meski mungkin hal itu bertentangan dengan firman Tuhan sekalipun. Padahal kesabaran akan membawa kita menuai janji-janji Tuhan yang pasti akan selalu digenapi. Paulus memberikan kunci penting kehidupan dalam kasih dalam kitab Roma 12:9-21). Dan salah satu bagiannya berbunyi sebagai berikut: "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (ay 12). Abraham mampu bersabar selama 25 tahun, mengatasi segala ketidakmungkinan dan kemustahilan jika memakai logika manusia. Ia tidak hilang harapan meski usianya terlihat sangat tidak memungkinkan untuk menunggu terlalu lama. Dan hasilnya? Abraham menuai janji Tuhan. Bukan waktu kita, tapi waktu Tuhanlah yang penting. Sebab Dia tahu apa yang terbaik buat kita dan Dia telah merancangkan segala sesuatu itu indah pada waktunya bagi kita. Jika demikian, bersabarlah. Nantikan janji Tuhan dinyatakan kepada anda pada waktu yang paling tepat sesuai waktunya Tuhan.

Latih diri untuk bersabar agar kita tidak kehilangan janji Tuhan

Wednesday, January 20, 2010

Usia Tua

Ayat bacaan: Yesaya 46:4
====================
"Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu."

usia tua, diberkati hingga tuaSeorang bapa tua duduk di kursi roda dan dibawa ke depan pada sebuah altar call. Saya merasa sedih melihat bapa yang mungkin terkena stroke tidak lagi bisa bergerak, bahkan tidak bisa menyeka air liurnya yang meleleh keluar. Usia memang tidak bisa kita lawan. Seiring bertambahnya usia, tenaga dan kemampuan maupun daya tahan kita akan menurun. Dalam dunia olah raga ketika atlit sudah mencapai usia di atas 31, mereka sudah dikategorikan tua dan harga transfernya akan menurun karena prestasi mereka dianggap sudah melewati masa puncak. Menjelang usia 40, saya pun sudah merasa penurunan stamina yang cukup lumayan jika dibandingkan 5-6 tahun yang lalu. Well, that's life. Tubuh kita memang punya usianya sendiri. Ada banyak orang yang mengira bahwa usia yang bertambah itu pun mengarah pada berkat Tuhan yang menurun pula. Padahal alkitab tidak pernah berbicara demikian. Tenaga memang menurun, tapi itu hanyalah daging kita. Pada kenyataannya Tuhan menjanjikan berkat dan kasihNya senantiasa dan tidak terpengaruh usia.

Dalam kitab Yesaya kita bisa melihat apa yang dijanjikan Tuhan kepada orang-orang yang sudah berusia lanjut. "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu." (Yesaya 46:4). Ini firman Tuhan! Dia mengatakan bahwa kita akan tetap berada dalam penyertaanNya dan perlindunganNya, tetap berada dalam tanganNya meski secara fisik kita mungkin sudah dianggap "habis" oleh dunia. Tuhan berjanji melindungi dan memberkati kita semua tidak saja hingga usia tua, tapi dikatakan semua itu sudah menjadi perhatianNya sejak kita masih dalam kandungan. Ayat sebelumnya berkata: "Dengarkanlah Aku, hai kaum keturunan Yakub, hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan Israel, hai orang-orang yang Kudukung sejak dari kandungan, hai orang-orang yang Kujunjung sejak dari rahim." (ay 3).

Menjadi tua, daging melemah. Tapi itu bukan berarti berkat Tuhan pun ikut-ikutan melemah. Tuhan tetap memberkati berapapun usia kita. Kita lihat bagaimana Kaleb masih memiliki energi yang sama di usia tuanya meski kemungkinan besar secara fisik dia tidak lagi sekuat dahulu. Lihatlah apa kata Kaleb. "Jadi sekarang, sesungguhnya TUHAN telah memelihara hidupku, seperti yang dijanjikan-Nya. Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan TUHAN firman itu kepada Musa, dan selama itu orang Israel mengembara di padang gurun. Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini; pada waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan untuk keluar masuk." (Yosua 14:10-11). Kaleb bisa berkata demikian sebab ia benar-benar menyadari bagaimana Tuhan memelihara hidupnya sejak dulu hingga masa tuanya. Di usia berapa Nuh membangun bahteranya? Di usia berapa Abraham mendapat janji keturunan dan mendapat penggenapan janji itu? Kepada Abraham bahkan alkitab mencatat secara spesifik seperti berikut: "Adapun Abraham telah tua dan lanjut umurnya, serta diberkati TUHAN dalam segala hal." (Kejadian 24:1). Janji Tuhan berlaku sama dulu, sekarang dan selamanya. Jika mereka mengalami hal ini, mengapa kita harus tidak?

Apa yang kita perlukan adalah selalu berjalan bersama Tuhan. Mengerti dan melakukan firmanNya, hidup kudus dan taat, tidak menyimpang ke kiri dan ke kanan, senantiasa bersyukur dan memuliakan namaNya, hidup dengan iman yang percaya sepenuhnya kepada Tuhan, maka Tuhan pun siap menggendong kita sekalipun rambut kita telah memutih seluruhnya. BerkatNya akan tetap tercurah, penyertaan dan pertolonganNya akan selalu siap dihadirkan buat kita. Mazmur berkata "Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon; mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita." (Mazmur 92:13-14). Ini gambaran tentang orang benar yang tidak akan pernah berhenti berbuah dengan suburnya. Bagaimana ketika pohon korma atau pohon aras ini menjadi tua? Ayat selanjutnya berbunyi "Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar" (ay 15). Itu firman Tuhan. Dan itu semua diberikan "untuk memberitakan, bahwa TUHAN itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya." (ay 16).

Anda mulai merasakan menurunnya kemampuan dimakan usia? Anda mulai merasa risau ketika anak-anak anda sibuk dan seakan-akan melupakan anda? Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan anda dan membiarkan diri anda habis dimakan usia. Dia menjanjikan kasihNya yang tidak pernah pudar, sebuah kasih yang akan tetap sama besarnya sejak anda masih berada dalam kandungan. Kepercayaan orang akan kemampuan kita bekerja boleh berkurang, namun kasih Tuhan akan selalu ada untuk kita. Kita tidak akan pernah mengalami kekurangan akan hal itu. Kita masih diharapkan Tuhan untuk bisa dipakai memberikan kesaksian betapa luar biasanya Tuhan yang selalu menepati janjiNya. Dia mau kita membuktikan bahwa kita masih bisa berbuah dengan suburnya meski usia tidak lagi dianggap produktif bagi dunia. Seperti pohon aras Libanon, seperti pohon korma, yang tidak pernah berhenti bertunas dan akan selalu tumbuh subur di pelataran Allah, seperti itulah kita semua dipersiapkan Tuhan. Dia siap memberkati kita hingga masa tua kita, Dia siap untuk terus menggendong kita, menanggung, memikul dan menyelamatkan kita hingga seluruh rambut memutih sekalipun, karena Dia tetaplah Tuhan yang sama yang selalu mengasihi kita dengan begitu besar. Masuki masa tua dengan penuh rasa syukur, tetaplah berjalan bersama Tuhan hingga kita mencapai garis akhir sebagai pemenang.

Usia bertambah, tenaga berkurang tapi kasih Allah tetap sama tak berkesudahan

Tuesday, January 19, 2010

Tuhan itu Ada

Ayat bacaan: Keluaran 3:14 (BIS)
==========================
"Kata Allah, "Aku adalah AKU ADA. Inilah yang harus kaukatakan kepada bangsa Israel, Dia yang disebut AKU ADA, sudah mengutus saya kepada kamu."

Tuhan itu adaSewaktu saya masih sekolah, ada kalanya saya mendapatkan kesulitan untuk mengerti beberapa mata pelajaran yang termasuk sulit. Saya ingat sulitnya menghafal perkalian dan belajar pembagian. Tapi meski demikian saya tidak khawatir, karena saya tahu ada ibu saya yang akan selalu meluangkan waktunya untuk mengajarkan saya hitung menghitung. Tidak hanya mengajarkan, ia memberi contoh dengan membelah buah jeruk untuk mengajarkan pembagian, ia membeli sekantong untuk mengajarkan saya perkalian. Ia dengan telaten melatih saya untuk menghafal, termasuk berbagai "tenses" dalam bahasa Inggris. Jika saat ini saya bisa menjadi seperti siapa saya hari ini, itu semua tidak lepas dari peran besar ibu saya sejak kecil, yang rela meninggalkan profesinya secara total untuk membimbing anak-anaknya. Demikianlah kehidupan kita yang tidak pernah bisa sendiri. Kita selalu butuh orang-orang yang kita tahu peduli terhadap kita, dan kita tahu kita akan baik-baik saja jika mereka ada di dekat kita. Bayangkan bagaimana hidup ini seandainya kita hanya sendirian menghadapi segudang permasalahan. Terhadap manusia kita sering seperti itu, ironisnya kita malah seringkali lupa tentang keberadaan Tuhan. Kita sering menjadikanNya sebagai tembok pertahanan terakhir, atau malah tidak sama sekali. Tidak heran jika ada banyak orang yang kemudian menyerah ketika tidak ada siapapun lagi di dunia ini yang bisa diandalkan. Mereka lupa bahwa di atas segalanya ada Tuhan yang berkuasa penuh. Tuhan itu ada.

Ayat yang saya ambil sebagai ayat bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas tentang keberadaan Tuhan yang harus selalu kita ingat. "Kata Allah, "Aku adalah AKU ADA. Inilah yang harus kaukatakan kepada bangsa Israel, Dia yang disebut AKU ADA, sudah mengutus saya kepada kamu." (Keluaran 3:14 BIS). Tuhan menyatakan ini untuk menanggapi serangkaian keraguan Musa ketika ia ditugaskan untuk memimpin bangsa Israel untuk keluar dari perbudakan di Mesir menuju tanah terjanji Kanaan. Siapa Tuhan itu? Kepada Musa Tuhan mengatakan demikian: "Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub." Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah." (ay 6). Tuhan yang memanggil Musa adalah Tuhan yang sama yang telah menunjukkan kuasaNya yang tak terbatas kepada Abraham, Ishak dan Yakub. Mereka telah melihat sendiri dan membuktikan kemuliaanNya, kesetiaanNya dalam menepati janji, dan seharusnya Musa tahu itu sejak awal dan tidak perlu lagi terus bertanya. Tapi apa yang terjadi pada Musa sebenarnya merupakan gambaran kita semua, manusia yang selalu saja diliputi keraguan apalagi ketika tertimpa beban berat.

Ketika kita mulai lemah, patah semangat dan kehilangan harapan, kita harus segera ingat bahwa Tuhan itu benar-benar ada. Tuhan di jaman Abraham adalah Tuhan yang Maha Besar dan Maha Kuasa, di jaman Musa Tuhan masih seperti itu, kita tahu bagaimana Tuhan menyertai Musa secara luar biasa, dan di jaman sekarang pun Tuhan tetaplah sama. Dia tetap sama, baik dulu, sekarang dan sampai selama-lamanya. (Ibrani 13:8). Di saat kita menghadapi pergumulan, kita akan sadar bahwa ternyata ada banyak ruang kosong dalam diri kita yang tidak akan pernah bisa diisi oleh apapun selain Tuhan, dan kabar baiknya, Tuhan selalu rindu untuk memenuhi kita. Tuhan tidak pernah terlalu jauh untuk dijangkau, Dia selalu menyediakan waktuNya untuk siapapun yang bersungguh-sungguh mencariNya. Yesus mengatakan "Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20b). Senantiasa sampai akhir zaman berarti selalu sampai selamanya. Dan itu sudah merupakan janji Tuhan. Bahkan dalam keadaan tersulit dalam hidup kita pun kita perlu tahu bahwa disana Tuhan tetap ada. Lewat Daud kita tahu itu. "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku." (Mazmur 23:4). Dia tidak akan pernah meninggalkan diri kita sendirian. Hal itu bisa kita baca dalam Ibrani. "Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b). Jika demikian, mengapa kita harus ragu dan takut menghadapi persoalan apapun? Tuhan jelas berada di atas segalanya, termasuk di atas permasalahan kita. Bagi Dia tidak pernah ada kata tidak mungkin, tidak ada kata mustahil. Dia mampu memulihkan kita, melepaskan kita dari belenggu masalah, menyembuhkan kita, membimbing kita dan sebagainya. Dia jelas punya kemampuan yang ajaib untuk memberikan apa yang kita butuhkan. Tidak hanya menyertai kita senantiasa, tapi Dia juga sangat peduli akan kehidupan kita, terlebih kepada keselamatan kita.

Manusia mungkin terus mengecewakanNya, tapi kasihNya tidak pernah berkurang. Dia tetaplah Tuhan yang sungguh mengasihi kita dan tidak akan mengecewakan kita. Dia Allah Abraham, Ishak dan Yakub, Dia Allah Musa, Dia Allah yang sanggup membuat kemustahilan menjadi kenyataan bagi ratusan tokoh alkitab, bagi begitu banyak orang yang telah mengalami kesaksian mengalami Tuhan secara langsung dalam hidupnya, dan jika kepada mereka semua Tuhan mampu menyatakan kemuliaanNya, kepada kita pun tentu sama. Jika demikian mengapa harus takut? Jika anda merasa gamang hari ini, ingatlah bahwa Tuhan sudah berkata bahwa "AKU ADA", dan Dia sungguh memperhatikan diri anda. Di dalam beban seberat apapun, bersyukurlah hari ini karena Dia ada.


Tuhan sungguh ada, dan Dia mengasihi anda

Monday, January 18, 2010

Pelaku Firman

Ayat bacaan: Yakobus 1:23-24
=========================
"Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya."

pelaku firmanSalah satu yang saya sukai dari profesi saya sebagai pengajar adalah saya bisa terus selalu mempraktekkan ilmu yang telah saya pelajari dahulu secara rutin. Setiap kali mengajar, saya akan terus mempergunakan ilmu itu sehingga saya tidak akan lupa. Ada beberapa murid yang telah lulus tapi lama tidak mempergunakan ilmunya, dan ketika saya bertemu dengan mereka, mereka berkata bahwa banyak yang telah mereka lupa dari apa yang pernah mereka pelajari. Apapun yang kita pelajari jika tidak kita aplikasikan secara langsung secara terus menerus maka kita pun akan lupa. Tidak heran ada pepatah yang mengatakan "practice makes perfect". Ilmu yang hanya kita dengar atau hafalkan tidak akan menghasilkan apa-apa jika tidak dipraktekkan atau dilakukan secara nyata.

Dalam kehidupan rohani pun demikian. Mungkin kita rajin mendengar kotbah dalam kebaktian, mungkin ada sebagian yang bahkan membawa catatan, tapi semua itu akan menguap jika tidak kita aplikasikan secara langsung dalam kehidupan kita. Hari ini mungkin masih ingat, besok mungkin ingat setengah, minggu depan tidak ada lagi yang diingat. Rajin mendengar kotbah itu amat baik. Mencatatnya, lebih baik lagi. Rajin membaca firman Tuhan itu baik, jika ditambah dengan merenungkannya tentu akan lebih baik lagi. Tapi tanpa dilakukan, semuanya tidak akan menghasilkan apa-apa. Yakobus menjelaskan mengenai hal ini. Pertama-tama ia mengingatkan kita agar membersihkan segala kotoran di dalam hati kita dan kemudian menerima firman, memasukkan firman ke dalamnya dengan lembut. "Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu." (Yakobus 1:21). Itu pesan pertama. Tapi kemudian Yakobus mengingatkan agar kita jangan berpuas diri hanya sampai disitu saja. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (ay 22). Ini pesan serius sampai-sampai ia menggolongkan orang yang hanya mendengar itu sama dengan orang yang menipu diri sendiri. "Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya." (ay 23-24). Maksud Yakobus begini: orang yang hanya mendengar tanpa melakukan itu seperti orang yang hanya melihat dirinya secara maya/semu. Seperti kita berkaca, kita hanya melakukannya sebentar saja, dan kemudian kita pun meninggalkan cermin dan tidak lagi mengingat-ingat apa yang barusan kita lihat. Tadi sebelum berangkat kita sudah rapi, tapi mungkin di jalan kita mulai berkeringat, rambut mulai acak-acakan, sehingga jika kita tidak kembali berkaca kita tidak akan tahu bagaimana rupa kita sekarang. Kita mungkin akan merasa bahwa kita masih terlihat rapi, padahal kenyataannya jauh dari itu. Inilah gambaran yang diberikan oleh Yakobus. Orang yang berhenti hanya sampai mendengar firman tanpa melakukan ibarat orang yang hanya berkaca dalam waktu yang singkat kemudian sesaat kemudian tidak lagi menyadari atau peduli siapa mereka sebenarnya.

Peringatan penting disampaikan kepada kita semua hari ini. Memulai untuk mendengar atau membaca firman Tuhan dengan sungguh-sungguh itu adalah amat baik. Lewat kotbah di gereja, lewat membaca renungan, lewat mendengar di radio atau kaset/cd, semua itu adalah baik. Tetapi janganlah berpuas diri hanya sampai di situ saja. Kita harus pula mengaplikasikannya secara nyata dalam kehidupan kita. Firman-firman yang tertanam dalam diri kita haruslah bisa terpancar dari bagaimana kita hidup. Jika tidak, maka semuanya itu akan berlalu begitu saja tanpa menghasilkan perubahan apa-apa. Dalam surat Roma, Paulus sempat mengeluhkan sulitnya untuk melawan keinginan melakukan berbagai dosa. "Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat." (Roma 7:19). Mengapa demikian? Begini penjelasan Paulus: "Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku." (ay 22-23). Hati kita mungkin sangat haus akan firman Tuhan dan rindu untuk mengalami transformasi ke arah yang lebih baik, tapi berbagai keinginan daging bisa dengan segera menghambat itu semua, sehingga meski kita sangat ingin untuk berubah, seringkali kita gagal dan kembali jatuh pada dosa yang sama.

Kita sesungguhnya sudah dimerdekakan. Yesus berkata: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32). Kemerdekaan sebenarnya sudah dianugerahkan kepada kita ketika kita tinggal dan diam di dalam firmanNya. Tapi jika kita tidak mengaplikasikan firman-firman itu secara nyata dalam setiap langkah kita, maka berbagai kedagingan kita akan siap mengembalikan kita kepada pelanggaran-pelanggaran atau kebiasaan lama kita yang buruk. Untuk itulah kita harus senantiasa berjuang mengatasi keinginan daging, dan itu bisa kita lakukan lewat aplikasi secara langsung atas firman-firman yang telah tertanam dengan lembut di dalam hati kita ke dalam apapun yang kita lakukan atau kerjakan. Bagaimana bisa demikian? "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Firman yang kita aplikasikan itu akan sanggup memberi perbedaan nyata dan membuat kita tahu mengenai apa yang benar dan mana yang salah. Dengan pedang Roh inilah kita akan mampu menaklukkan segala pikiran kita kepada Kristus.

Kembali kepada surat Yakobus, ia mengatakan "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (Yakobus 1:25). Tekun beribadah tapi tidak mampu menjaga lidah, itu sama artinya dengan menipu diri sendiri, dan hanyalah akan membawa kesia-siaan belaka. (ay 26). Kita tahu bahwa kita harus mengasihi dan membantu orang yang membutuhkan, tapi jika tidak dilakukan maka semuanya tidaklah menghasilkan apa-apa. Kita tahu bahwa kita harus hidup kudus, tapi jika tidak kita lakukan, maka kita akan terus dicemarkan oleh dunia. Maka Yakobus mengingatkan "Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia." (Yakobus 1:27). Dengan kata lain, ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah adalah ibadah yang menerapkan atau mengaplikasikan firman-firman Tuhan yang telah kita dengar, yang telah tertanam dalam hati kita, dalam setiap sendi kehidupan kita. Itulah yang akan memerdekakan kita dan akan mendatangkan kebahagiaan dan sukacita karenanya. Hari ini marilah kita ambil komitmen untuk tidak berhenti hanya sebagai pendengar firman, tapi masuk lebih jauh lagi untuk menjadi pelaku-pelaku firman.

Tanpa aplikasi nyata dalam kehidupan, semua hanya akan menguap sia-sia